Dikampunginilah yang dikenal "kampung Jawa Tondano" atau lebih populer disebut kampung jawa atau "Jaton", sebagai tempat Islam pertama yang dikembangkan oleh "kiai Mojo" dan kawan-kawannya, dengan proses dan cara-cara: (1). Melalui jalur perkawinan dan (2) melalui jalur kesenian yang dikenal dengan "Slawatan Melayu". terjawabSeluruh daerah Sulawesi Selatan dapat di Islamkan dengan cara A. Mendatangkan mubalig dari daerah lain B. Penyerangan dan penaklukan C. Menempatkanguru dan tokoh agama pada tiap daerah D. Memperbanyak sekolah agama dan pesantren E. Menyesuaikan agama dan tradisi lokal 2 Lihat jawaban Iklan Jawaban 4 indahkuswati83 Jawaban: InfoPrakiraan Cuaca Sulawesi Selatan Sabtu 6 Agustus 2022: Mayoritas Daerah Cerah di Pagi dan Siang. TRIBUNPALU.COM - Berikut informasi prakiraan cuaca di area Sulawesi Selatan untuk Sabtu (6/8 Seluruhdaerah Sulawesi Selatan dapat diislamkan dengan cara.. - 14298296. erick147 erick147 08.02.2018 Sejarah Sekolah Menengah Atas terjawab Seluruh daerah Sulawesi Selatan dapat diislamkan dengan cara.. 1 Lihat jawaban Iklan Dịch VỄ Hį»— Trợ Vay Tiền Nhanh 1s. Islamisasi di Sulawesi Selatan yang berlangsung sekitar abad ke-16 M, telah membawa perubahan sosial terhadap masyarakat setempat. Setidaknya perubahan itu berlangsung melalui beralihnya agama masyarakat dari agama yang sebelumnya bersifat Hindu-Budha ke agama baru, yaitu Islam. Islamisasi yang berlangsung di Sulawesi Selatan berlangsung melalui pola dari atas ke bawah top down. Artinya, pada tahap awal Islam diterima oleh raja kemudian rakyat secara resmi memeluk agama Islam. Dalam konteks Islamisasi di Sulawesi Selatan, kawasan ini agak terlambat menerima agama Islam dibandingkan dengan kawasan lain di timur Nusantara, seperti Maluku dan Kalimantan. Namun, hubungan perdagangan dengan kerajaan lainnya sudah berlangsung sejak lama. Hal ini dapat dilihat buktinya pada masa pemerintahan Raja Gowa X 1546-1565 M yang bernama Tunipallangga Mapparisi Kallonna bahwa ketika itu telah banyak penduduk asal Melayu yang berprofesi sebagai pedagang dari Aceh, Campa, Patani, Johor, dan Minangkabau yang beragama Islam. Adapun daerah kerajaan yang lebih agama Islam di Sulawesi Selatan ialah Kerajaan Gowa-Tallo. Kerajaan ini yang pertama pula menjadikan Islam sebagai agama resmi kerajaan. Demikian juga peran ulama dan raja yang sangat besar dalam Islamisasi di Sulawesi Selatan. Artikel ini bertujuan untuk mendeskripsikan bagaimana proses islamisasi di Sulawesi Selatan yang berlangsung sekitar abad ke-17 M ditinjau dari sejarah islam. Setelah Malaka jatuh ke tangan Portugis tahun 1511 M dan jalur perdagangan di Pulau Jawa dan Sumatera mengalami kemunduran, maka jalur perdagangan berpindah ke kawasan timur Nusantara dengan pusatnya Sompa Opu Ibu Kota Kerajaan Gowa-Tallo di Makassar Sulawesi Selatan. Selain menghubungkan wilayah barat dengan wilayah timur Nusantara, lalu lintas perdagangan tersebut juga menghubungkan para pedagang dari berbagai kawasan di Asia Tenggara dan Eropa selama abad 16-17 M. Sebagai bandar niaga terbesar, banyak para pedagang dan pebisnis yang tertarik untuk datang dan melakukan transaksi perdagangan di kawasan ini. Tersebutlah pedagang dari India, Persia, Arab, Cina, dan Eropa. Kedatangan para pedagang dari Jazirah Arab yang beragama Islam inilah yang kemudian mempercepat proses Islamisasi di pusat-pusat kerajaan di Sulawesi Selatan. Namun, di dalam literatur sejarah didapatkan informasi bahwa secara khusus Islamisasi di Sulawesi Selatan tidak dapat dipisahkan dari peran utama tiga mubalig yang ditugaskan untuk menyebarkan agama Islam di daerah ini, yaitu dari Minangkabau Sumatera Barat yang terkenal di kalangan masyarakat Bugis ā€œDatu Tellueā€. Mereka ini ialah Abdul Kadir Datuk Tunggal dengan panggilan Datuk ri Bandang, Sulung Sulaeman yang bergelar Datuk Patimang, dan Khatib Bungsu yang bergelar Datuk ri Tiro. Ketiga ulama ini berbagi tugas wilayah dalam melakukan kegiatan penyebaran Islam. Datuk ri Bandang bertugas di kerajaan kembar Gowa-Tallo, Datuk Patimang bertugas di Kerajaan Luwu, dan Datuk ri Tiro bertugas di daerah Tiro Bulukumba Kadir, 2012; Sewang, 2005168. Penerimaan Islam sebagai agama dan peradaban di kerajaan-kerajaan Sulawesi Selatan memperlihatkan pola ā€œtop downā€, yaitu Islam pertama-tama diterima langsung oleh Raja, kemudian turun ke bawah yaitu kepada rakyat. Artinya setelah raja menerima agama Islam dan menjadikannya sebagai agama negara, maka otomatis seluruh rakyat kerajaan mengikuti raja memeluk agama Islam. Sejak Kapan Islam Masuk ke Sulawesi Selatan? Pandangan yang berkembang di kalangan masyarakat Bugis dan Makassar Sulawesi Selatan menyebutkan bahwa agama Islam pertama datang ke daerah ini pada awal abad ke-17. Islam diperkenalkan pertama kali oleh para mubalig dari Minangkabau, Sumatera Barat yang ketika itu masih berada di bawah kekuasaan Kesultanan Aceh Burhani, 1984 62; Said, 2010 313. Mengenai hal ini, Mattulada dalam bukunya Sejarah Masyarakat dan Kebudayaan Sulawesi Selatan menyebutkan bahwa seorang ulama dari Minangkabau Tengah, Sumatera Barat, bernama Abdul Kadir Khatib Tunggal tiba di pelabuhan Tallo pada 1605 dengan menumpang sebuah kapal perahu untuk menemui Raja Tallo. Setibanya di pantai, ia melakukan shalat yang membuat heran rakyat yang melihatnya. Raja Tallo yang mendengar berita itu langsung bergegas ke pantai untuk menemui orang tersebut. Di tengah perjalanan ke pantai, di pintu gerbang halaman istana Tallo, raja bertemu dengan seorang tua yang menanyakan tentang tujuan perjalanan raja. Orang tua itu kemudian menulis sesuatu di atas kuku ibu jari Raja Tallo dan mengirim salam kepadanya. Ketika raja bertemu dengan orang aneh di pantai itu, yang tiada lain Abdul Kadir Khatib Tunggal, disampaikanlah salam orang tua tadi. Kemudian mengenai tulisan yang ada di atas kuku ibu jari Raja Tallo, ternyata adalah tulisan yang berlafazkan surah alfatihah. Khatib Tunggal menyatakan bahwa orang tua yang menjumpai raja adalah penjelmaan Nabi Muhammad SAW. Selanjutnya dari kisah itulah orang Makassar menamakan penjelmaan Nabi Muhammad sebagai ā€œMakassarā€ Mattulada, 1998 150. Peristiwa tersebut membawa implikasi terhadap diislamkannya Kerajaan Tallo yang diterima oleh rajanya yang pertama, I’ Mallingkang Daeng Mannyonri Karaeng Tumenanga ri Bontobiraeng. Setelah memeluk agama Islam, raja ini memakai nama Islam dengan gelar ā€œSultan Alauddin Awwalul Islamā€ yang selanjutnya diabadikan sebagai nama perguruan tinggi Islam yang terkenal di kawasan timur Indonesia, yaitu Institut Agama Islam Negeri IAIN Alauddin Makassar yang kemudian berganti nama menjadi Universitas Islam Negeri UIN Alauddin Makassar. Peristiwa masuknya Islam Raja Tallo pertama terjadi pada malam Jumat 22 September 1605 atau 9 Jumadil Awal 1014 H Noorduyn, 1956 10. Selain itu, terdapat informasi yang masih perlu untuk diteliti dan diuji kebenarannya bahwa sebelum kedatangan ketiga datuk yang berasal dari Sumatera telah ada ulama keturunan Arab yang datang ke Sulawesi Selatan untuk menyebarkan Islam. Ulama keturunan Arab yang dimaksud menurut laporan itu ialah Sayyid Jamaluddin al-Husayn al-Akhbar yang berada di daerah ini sekitar abad ke-14 M Chehab, 1975 15; Pelras, 1996 134; 1999 99. Proses Islamisasi di Sulawesi Selatan Ketika Kerajaan Gowa Tallo menjadi pemegang hegemoni kekuasaan Islam di Sulawesi Selatan, maka semua daerah yang belum memeluk agama Islam, terutama di daerah pedalaman, seperti Kerajaan Bone, Soppeng, Wajo, dan Sidenreng harus diislamkan. Gerakan ini merupakan gerakan politik atau ekspansi yang dlakukan oleh Kerajaan Gowa Tallo dalam rangka memperluas wilayah kekuasaannya. Dengan memakai media agama Islam, Gowa mengajak beberapa kerajaan di pedalaman Sulawesi Selatan untuk memeluk agama Islam. Namun ajakan Gowa Tallo ini mendapat penolakan. Konsekuensi dari penolakan tersebut menyebabkan Gowa Tallo melancarkan serangan militer ke daerah Kerajaan Bone, Soppeng, Wajo dan Sidenreng. Setelah daerah kerajaan ini dikalahkan, maka barulah agama Islam diterima para penguasa dan rakyat kerajaan di pedalaman Sulawesi Selatan. Tersebutlah kerajaan yang memeluk agama Islam karena kalah dalam peperangan adalah Sidenreng Rappang dan Soppeng masuk Islam tahun 1609 M, menyusul Wajo tahun 1610 M, dan terakhir adalah Bone tahun 1611 M Mattulada, 1974 13; Muhaemin, 2010 121. Kehadiran masyarakat Melayu di Sulawesi Selatan, terutama di masa pemerintahan Kerajaan Gowa abad ke-16 M, menunjukkan bukti tentang masuknya agama dan peradaban Islam di kawasan ini. Mereka orang-orang Melayu yang datang dari berbagai negeri, seperti Aceh, Campa, Patani, Johor dan Minangkabau umumnya bekerja sebagai pedagang. Kehadiran mereka telah mendahului ketiga mubalig penyebar Islam dari Minangkabau Sumatera Barat. Orang-orang Melayu yang diberikan tempat oleh pemerintah kerajaan Gowa di daerah Mangallekana, sebuah perkampungan di dekat Somba Opu yang dilengkapi dengan masjid, adalah bukti kehadiran Islam di kawasan ini sebelum tiga mubalig dari Minangkabau tersebut berhasil mengislamkan Kerajaan Luwu dan Kerajaan Gowa Hamid, 1994 79 & 118. Namun demikian, perlu diketahui bahwa dengan kedatangan Islam di daerah ini tidak berarti secara langsung menghilangkan seluruh adat istiadat dan tradisi lokal yang dipegang teguh oleh masyarakat Mattulada, 1982 40; Djamas, 1998 1. Dalam konteks syiar Islam di dalam masyarakat Muslim, terdapat orang-orang yang diberi tugas khusus untuk mengajarkan dan menyebarluaskan ajaran agama, nilai-nilai Islam, dan peradabannya kepada seluruh masyarakat. Orang yang diberi amanah tersebut dinamakan mubalig atau ustad atau guru. Mereka juga mengajarkan baca tulis Alquran kepada anak-anak Muslim agar mereka dapat membacaAlquran dengan baik. Mereka inilah yang berperan di dalam proses islamisasi di Sulawesi Selatan pada masanya hingga kurun waktu memasuki abad ke-20 Said, 2010 20. Pada periode pertama perkembangan agama Islam di Sulawesi Selatan proses islamisasi ditandai dengan konversi keislaman para penguasa atau raja di daerah pesisir atau kota pelabuhan. Kemudian disusul peran mereka sebagai pelindung dalam pengembangan pusat penyiaran Islam di wilayahnya masing-masing. Demikian juga akselerasi proses permulaan islamisasi di Sulawesi Selatan sangat ditunjang dengan sistem pendekatan dan metode dakwah yang dilakukan oleh tiga mubalig dari Minangkabau, yaitu Datuk ri Tiro, Datuk Patimang, dan Datuk ri Bandang. Mereka menggunakan pendekatan akomodatif serta adaptasi struktural dan kultural, yaitu melalui jalur struktur birokrasi lewat raja, adat istiadat, serta tradisi masyarakat lokal. Hal ini memberikan penegasan bahwa islamisasi di Sulawesi Selatan adalah melalui pintu istana raja Ambary, 2001 35; Noorduyn, 1972 119. Sementara itu, belum ada sumber sejarah yang menyebutkan keberadaan ulama asal Bugis dalam peran islamisasi di Sulawesi Selatan pasca tiga mubalig asal Minangkabau hingga munculnya ulama besar yang terkenal dalam sejarah Bugis dan Makassar, yakni Syekh Yusuf al-Makassari Tajul Khalwati 1626-1669 Hamid, 1994 79. Demikian juga, setelah kepergian Syekh Yusuf. Hasil penelusuran literatur sejarah sulit menemukan nama atau tokoh yang dapat digolongkan sebagai ulama Bugis dan Makassar yang memiliki peran penting dalam proses islamisasi di Sulawesi Selatan hingga memasuki abad ke-20 M. Terdapat dua periode atau masa yang mengalami kehilangan jejak sejarah mengenai islamisasi di Sulawesi Selatan. Pertama, masa yang dimulai sejak penerimaan Islam pertama kali oleh masyarakat Sulawesi Selatan hingga munculnya Syekh Yusuf al-Makassari. Kedua, masa setelah kepergian Syekh Yusuf hingga masa peralihan menuju abad ke-20 M. Dari kasus ini, muncul pertanyaan sejarah, ā€œapakah dalam dua masa atau periode tersebut tidak terdapat ulama atau mubalig Bugis dan Makassar yang mengisi posisi sebagai penyebar agama dan kebudayaan Islam ketika itu, ataukah ada tetapi tidak meninggalkan karya besar yang dapat menjelaskan peran mereka dalam pentas sejarah Islam di Sulawesi Selatanā€? Bagian ini merupakan hal yang menarik dan memerlukan penelitian lebih lanjut. Kajian sejarah untuk mengungkap peran ulama Bugis dan Makassar mulai dari masa yang paling awal di dalam proses islamisasi di Sulawesi Selatan masih sulit disebabkan kurangnya sumber sejarah. Hanya sebagian kecil yang dapat diidentifikasi sebagai ulama Bugis dan Makassar yang paling awal selain Syekh Yusuf, yaitu Abdul Wahab al-Bugisi abad ke-18 M dan Abdul Hafidz Bugis abad ke-19 M. Meskipun para ulama ini cukup terkenal di luar tanah Bugis, tetapi dikalangan masyarakat Sulawesi Selatan, karya mereka berupa buku atau kitab kurang dikenal, kecuali beberapa karya dari Syekh Yusuf. Hal ini disebabkan karena hampir sebagian besar usia mereka dihabiskan di luar tanah Bugis-Makassar. Syekh Yusuf banyak menghabiskan waktunya di Banten, Tanah Arab, Srilangka, dan Afrika Selatan. Sementara dua ulama Bugis lainnya, Abdul Wahab al-Bugisi banyak menghabiskan waktunya di tanah Arab dan Banjarmasin Kalimantan, sedangkan Abdul Hafidz Bugis banyak menghabiskan waktunya di tanah Arab. Beruntunglah Syekh Yusuf sempat menulis karya atau kitab yang dapat dibaca oleh masyarakat Bugis-Makassar. Syekh Yusuf juga masih sempat mengirimkan muridnya untuk kembali ke tanah Bugis-Makassar mengajarkan Islam, terutama mengenai tasawuf. Tersebutlah beberapa nama murid Syekh Yusuf, yaitu Syekh Nuruddin Abdul Fattah, Abdul Basyir al-Darirul Khalwati dan Abdul Kadir Daeng Majannang Lubis, 1997 24. Mereka inilah yang berhasil mengajarkan dan menyebarkan ajaran tarekat Khalwatiyah yang dikembangkan oleh Syekh Yusuf yang kemudian tersebar luas di daerah Sulawesi Selatan. Proses penyebaran ajaran tarekat Khalwatiyah Syekh Yusuf ini pada periode selanjutnya selalu berada di tangan para elite Bugis-Makassar. Hal ini mempertegas bahwa transformasi ajaran Islam yang diperankan oleh Syekh Yusuf tampak lebih fokus pada usaha mengajarkan tarekat Khalwatiyah pada kalangan masyarakat Bugis-Makassar melalui karya atau kitab yang ditulisnya, baik dalam bahasa Bugis, Makassar maupun dalam bahasa Arab. Tarekat Khlwatiyah ini mengalami perkembangan yang cepat, sehingga menurut seorang ahli Indonesianis tentang Islam, Van Bruinessen 1995 294-296, tarekat ini telah berakar secara kuat di kalangan masyarakat Bugis-Makassar dan menjadi salah satu faktor utama yang memberi warna tersendiri corak Islam di Sulawesi Selatan sepanjang sejarahnya. Abu Hamid 1982 75-77, seorang Antropolog dari Universitas Hasanuddin, mengungkapkan bahwa ada tiga pola pendekatan keislaman yang dilakukan oleh ulama dalam proses islamisasi di Sulawesi Selatan. Pertama, penekanan pada aspek syariat dilakukan untuk masyarakat yang kuat berjudi dan minum ballo’ arak, mencuri atau perbuatan terlarang lainnya. Pendekatan seperti ini dilakukan oleh Datuk ri Bandang di daerah Gowa. Kedua, pendekatan yang dilakukan pada masyarakat yang secara teguh berpegang pada kepercayaan Dewata Sewwae’ dengan mitologi La Galigonya, ialah dengan menekankan pada aspek akidah tauhid mengesakan Tuhan Yang Maha Kuasa. Ketiga, penekanan pada aspek tasawuf dilakukan bagi masyarakat yang kuat berpegang pada kebatinan dan ilmu sihir black magic. Usaha seperti ini ditempuh oleh Datuk ri Tiro di daerah Bulukumba. Dari penjelasan di atas ada petunjuk mengenai adanya pusat kajian Islam di daerah Sulawesi Selatan pada paruh pertama abad ke-19, seperti di Pulau Salemo, Pulau Karanrang, Balannipa Mandar, Palopo Luwu, Wajo, dan Bone. Namun demikian, harus diakui tidak banyak dari kalangan ulama Bugis-Makassar yang lahir dari pusat kajian Islam tersebut dapat dimasukkan sebagai tokoh pemikir Islam yang menghubungkan jalinan kesejarahan dalam proses islamisasi di Sulawesi Selatan. Fakta kesejarahan tentang islamisasi di Sulawesi Selatan yang dilakukan para ulama sufi, seperti Syekh Yusuf dan yang lainnya, telah menggugat tesis bahwa para pedagang yang merupakan aktor utama dalam proses Islamisasi di Nusantara mulai dipertanyakan. Dalam bahasa Taufik Abdullah, para ahli masih memperdebatkan tentang kemungkinan pedagang sebagai penyebar agama. Menjadi persoalan, dikarenakan apakah pedagang, yang tentu saja perhatian utamanya adalah mencari untung, betul-betul sanggup menyebarkan agama Islam? Abdullah, 1988 1. Dalam hubungannya dengan persoalan ini, studi yang dilakukan oleh Anthony H. Johns semakin memperkuat pendapat bahwa para tokoh sufi dan tarekatlah yang mampu menyebarkan agama Islam di Indonesia sampai ke pelosok daerah pedalaman dan terpencil Johns, 1993; Azra, 1999 34. Hasil Proses Islamisasi Hingga Awal Abad Ke XX Bagi masyarakat Sulawesi Selatan, norma adat yang dinamakan pangadakkang atau pangadereng dilebur bersama dengan norma agama yang kemudian disebut ā€œsaraā€™ā€. Karena itulah, pelanggaran terhadap norma agama diidentikkan dengan pelanggaran adat. Integrasi nilai ajaran Islam ke dalam adat kehidupan masyarakat menyebabkan lahirnya sistem nilai baru, seperti ade’, rapang, wari, bicara, dansara’. Disebabkan adanya sifat penyesuaian, maka unsur sara’ diterima ke dalam pangadereng. Melalui pranata sara’, maka berlangsunglah proses penerimaan Islam yang memberi warna kepada pangaderengseluruhnya sehingga di kalangan orang Bugis muncul pemahaman bahwa Islam itu identik dengan kebudayaan Bugis. Oleh karena itu sangat aneh apabila ditemukan ada orang Bugis-Makassar yang bukan Islam. Apabila hal ini terjadi, berarti mereka melakukan pelanggaran terhadap pangadereng Mattulada, 1995 351. Dalam konteks islamisasi di Sulawesi Selatan, akulturasi Islam dengan budaya lokal dapat ditelusuri melalui dua aspek. Pertama, dalam bidang kepercayaan. Contohnya di dalam pelaksanaan ritual keagamaan, seperti acara doa ā€œtudang sipulungā€ dan ā€œbarazanjiā€ yang dilakukan ketika hajat seseorang terkabul sebagai pertanda syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Selain itu, proses islamisasi ini terlaksana dengan baik karena adanya metode dan pendekatan yang dilakukan para mubalig, terutama di masa-masa awal masuknya Islam di Sulawesi Selatan yang bersifat akomodatif. Mereka memakai pendekatan adaptasi struktural melalui pintu istana raja dan tetap menghargai nilai-nilai budaya lokal yang dapat diislamkan. Pendekatan islamisasi seperti ini dinamakan demostifikasi atau penjinakan Muhaemin, 2010 128. Pendekatan melalui penjinakan ini diartikan bahwa semakin besar unsur pengorbanan dari penerima budaya maka proses akulturasi berjalan lamban. Sebaliknya, makin besar hubungan dan kecocokan dengan tradisi lokal, makin lancar pula proses akulturasi berlangsung. Misalnya pada acara ā€œmabbarzanjiā€. Sebelum kedatangan Islam, acara ini biasanya diisi pembacaan naskah La Galigo dan Meong Palo Karellae. Hal ini membuktikan para ulama pembawa agama Islam tidak berusaha menghilangkan atau menolak budaya lokal masyarakat Bugis Makassar, tetapi bahkan mengislamkan dengan jalan mengganti bacaan mereka dengan bacaan sejarah kehidupan Rasulullah Muhammad SAW yang dikenal dengan ā€œbarazanjiā€ Kambe, 2003 32-33. Fakta kesejarahan lainnya ialah bahwa Islam yang berkembang di Sulawesi Selatan adalah Islam yang berkaitan erat dengan adat. Hal ini dapat diketahui dari latar sejarah kehadiran tiga tokoh pembawa Islam ke daerah ini, yaitu Datuk ri Bandang, Datuk ri Tiro, dan Datuk Patimang, mengingat ketiga tokoh ini adalah merupakan ahli agama Islam yang kuat dalam pengetahuan sufistik tasawuf. Mereka bertiga diutus untuk menyiarkan Islam kepada masyarakat Sulawesi Selatan yang terkenal sangat mistik yang ajarannya bersumber dari kitab I La Galigo dan Lontarak. Memasuki awal abad ke-20, sebagai implikasi dari proses islamisasi yang sudah berlangsung lama maka bermunculanlah sejumlah pusat pengkajian Islam di pedalaman Sulawesi Selatan. Tersebutlah beberapa tokoh ulama yang memegang peranan penting di dalam transformasi pemikiran Islam, seperti Kyai Haji Muhammad As’ad. Dia adalah seorang ulama Bugis yang paling berjasa melahirkan generasi ulama Bugis periode selanjutnya. Kyai Haji Muhammad As’ad kemudian mengembangkan sistem pendidikan untuk mencetak kader ulama yang dinamakan ā€œPesantren As’adiyahā€ di daerah Sengkang Wajo. Dari lembaga inilah lahir tokoh ulama terkenal Bugis, seperti Kyai Haji Abdurrahman Ambo Dalle, Kyai Haji Muhmmad Daud Sulaiman, Kyai Muhammad Abduh Pabbaja, Kyai Haji Abdul Malik, Kyai Haji Muhammad Yunus Marta, Kyai Haji Marzuki Hasan, Kyai Haji Haruna Rasyid, Kyai Haji Abdul Muin Yusuf, Kyai Haji Daud Ismail, Kyai Haji hamzah Badawi, Kyai Haji Hamzah Manguluang, dan Kyai Haji Abdul Kadir Khalid Hafidh, 1981/1982 35. Mereka, para ulama yang disebutkan di atas, dalam melakukan syiar Islam kepada masyarakat cenderung bersikap akomodatif dan toleran. Dengan pendekatan ini, Islam yang berkembang di Sulawesi Selatan adalah Islam yang egaliter, toleran, dan terbuka terhadap akulturasi budaya setempat yang berciri lokalitas Sulawesi Selatan, dan bukan Islam militan dan radikal melainkan Islam yang akomodatif. Dalam proses interaksi antara Islam dengan budaya lokal Sulawesi Selatan, telah terjadi penerimaan dan penolakan Islam di satu pihak, dan juga proses penyesuaian budaya lokal dengan konsep Islam dipihak lain. Salah satu usaha mempertemukan tradisi Islam dan tradisi lokal ialah melalui pintu tasawuf. Penutup Islam datang ke Sulawesi Selatan pada tahun 1605 ketika tiga tokoh pembawa Islam dari Minangkabau menginjakkan kakinya di daerah ini. Islam saat pertama kali diterima di Sulawesi Selatan adalah bersifat damai tanpa kekerasan, dan melalui pintu istana yang dimulai dari Raja kemudian turun kepada rakyat top down. Namun ketika, pemegang hegemoni kekuasaan Islam di Sulawesi Selatan Kerajaan Gowa Tallo hendak meluaskan pengaruhnya ke wilayah pedalaman, maka terjadilah perubahan pola islamisasi dari yang bersifat damai menjadi kekerasan militer. Hal ini terjadi karena pihak kerajaan di pedalaman, seperti Bone, Soppeng, Wajo dan Sidenreng menolak takluk dan menerima Islam dari Gowa. Sumber Anzar Abdullah via Islam di Sulawesi Selatan From Wikipedia, the free encyclopedia Islam adalah agama mayoritas di Sulawesi Selatan. Menurut Kementerian Dalam Negeri Desember 2021, terdapat Muslim di Sulawesi Selatan, membentuk islam dari seluruh total seluruh penduduk Sulawesi Selatan [1] ArticlePDF Available AbstractKajian ini bertujuan menjelaskan kedatangan orang melayu di Sulawesi Selatan. Metode penelitian yang digunakan adalah metode sejarah, dengan melalui beberapa tahapan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kedatangan orang Melayu di Sulawesi Selatan dimulai tahun 1511, sejak Malaka jatuh ke tangan Portugis. Di sini mereka diperlakukan dengan baik, diperbolehkan menetap di sekitar berdagang, orang Melayu juga menyiarkan agama Islam di Sulawesi Selatan, sehingga seluruh kerajaan memeluk agama Islam. Beberapa dari orang Melayu menduduki tempat penting di Sulawesi Melayu juga menjalin hubungan baik dengan Kerajaan Gowa, bahkan membantu Kerajaan Gowa dalam perang. Orang Melayu hidup dengan membentuk suatu perkampungan di sekitar pelabuhan. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for freeContent may be subject to copyright. 373ORANG MELAYU DI SULAWESI SELATANTHE ARRIVAL OF MALAY IN SOUTH SULAWESIBahtiarBalai Pelestarian Nilai Budaya Sulawesi SelatanJalan Sultan Alauddin/Tala Salapang KM 7 Makassar, 90221Telepon 0411 883 748, 885 119 Faksimile 0411 865 166Pos-el bahtiarnadja 27 Juli 2018; Direvisi 29 September 2018; Disetujui 30 November 2018ABSTRACTThis study aims to explain the arrival of Malays in South Sulawesi. The research method used is a historical method with several stages. The results showed that the arrival of Malays in South Sulawesi began in 1511, since the fall of Malacca into the were treated well, were allowed to settle around the harbor. Apart from trading, Malays also broadcasted Islam in South Sulawesi, so that the entire kingdom embraced Islam. Some of the Malays occupy important places in South Sulawesi. Malays also had good relations with the Kingdom of Gowa in the war. Malays live by forming a village around the port. KeywordsMalays people, South Sulawesi, islamizationABSTRAKKajian ini bertujuan menjelaskan kedatangan orang melayu di Sulawesi Selatan. Metode penelitian yang digunakan adalah metode sejarah, dengan melalui beberapa tahapan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kedatangan orang Melayu di Sulawesi Selatan dimulai tahun 1511, sejak Malaka jatuh ke tangan Portugis. Di sini mereka diperlakukan dengan baik, diperbolehkan menetap di sekitar berdagang, orang Melayu juga menyiarkan agama Islam di Sulawesi Selatan, sehingga seluruh kerajaan memeluk agama dari orang Melayu menduduki tempat penting di Sulawesi Melayu juga menjalin hubungan baik dengan Kerajaan Gowa, bahkan membantu Kerajaan Gowa dalam perang. Orang Melayu hidup dengan membentuk suatu perkampungan di sekitar Kunci Orang Melayu, Sulawesi Selatan, islamisasiPENDAHULUANDalam sejarah Sulawesi Selatan penelusuran mengenai awal mula kedatangan orang Melayu, dapat diketahui dari kehadiran seorang petualang asal Portugis yang mendarat di Siang, sebuah kerajaan tertua di pesisir Selat Makassar pada tahun 1524. De Paiva menyatakan bahwa ia telah bertemu dengan orang Melayu di Siang, mendiami perkampungan Melayu dengan susunan masyarakat yang teratur. Kemudian menurut Pinto yang mengunjungi Siang tahun 1545 menyatakan bahwa orang Melayu di Siang berjumlah zaman pemerintahan Tumaparisi Kallonna 1500-1545 orang Melayu sudah mendirikan permukiman di Manggalekanna sebelah utara Somba Opu ibukota Kerajaan Gowa. Pada masa Karaeng Tunipalangga, orang Melayu mengutus Datuk Nakhoda Bonang menghadap raja Gowa agar Manggalekanna diberi hak otonom Poelinggomang, 200477Sejak kedatangan orang Melayu ke Kerajaan Gowa peranannya tidak hanya sebagai pedagang dan ulama, tetapi juga mempengaruhi kehidupan sosial dan politik kerajaan. Besarnya jumlah orang Melayu menyebabkan raja Gowa XII Karaeng Tunijallo 1565-1590 membangun sebuah masjid di Manggalekanna untuk orang Melayu, sekalipun raja belum memeluk Islam Andaya, 200434. Pada masa pemerintahan Raja Gowa X 1546-1565 seorang keturunan Melayu berdarah campuran Bajo, Daeng ri Manggalekanna diangkat sebagai sahbandar kerajaan. Sejak itu secara turun temurun jabatan 374sahbandar dipegang oleh raja Melayu. Jabatan penting lainnya ialah sebagai juru tulis istana, pada masa Sultan Hasanuddin 1653-1669 seorang Melayu Incek Amin menjadi juru tulis istana sekaligus penyair, yang popular dengan karyanya Perang ketika terjadi ketegangan antara Kerajaan Gowa dengan VOC sejak awal abad ke 17, orang Melayu dan Jawa bekerja pada kantor-kantor asing mendapatkan pukulan yang berat. Kerajaan sangat curiga pada orang Melayu yang berkarya untuk kegiatan perdagangan Belanda di Makassar. Kecurigaan ini mencapai puncaknya ketika Kerajaan Gowa kalah dalam perang Makassar 1667-1669 yang mengakibatkan mereka diusir dari kerajaan. Orang Melayu yang menduduki jabatan penting di kerajaan bersama orang Bugis lainnya ikut serta meninggalkan Sulawesi Selatan menuju kerajaan-kerajaan di tanah permasalahan dari tulisan ini adalah bagaimana awal kedatangan orang Melayu; bagaimana hubungannya dengan penduduk lokal di Sulawesi Selatan; serta bagaimana Islamisasi di Sulawesi Selatan oleh orang Melayu. Dari pokok masalah ini dapat diketahui tujuan dari tulisan ini, adalah agar dapat mengetahui awal mula kedatangan orang Melayu, hubungan orang Melayu dengan orang Sulawesi Selatan, mengetahui proses masuknya agama Islam masuk di Sulawesi beberapa karya tulis terdahulu yang digunakan dalam tulisan ini, diantaranya Sejarah Sulawesi Selatan Jilid I oleh Edward L Poelinggomang, membahas tentang Sejarah Sulawesi Selatan dari masa kerajaan, perdagangan di Sulawesi Sealatan, peran pelaut dan pedagang di Sulawesi Selatan; Warisan Arung Palakka Sejarah Sulawesi Selatan Abad ke 17 oleh Leonard Y. Andaya 2004, membahas mengenai Sejarah Sulawesi Selatan, Perang Makassar, seputar Arung Palakka; Bingkisan Patunru, Sejarah Lokal Sulawesi Selatan, oleh Abdurrrazak daeng Patunru, Peny. Abd Latif dan Dias Pradimara 2004, berisi tentang sejarah lokal Sulawesi Selatan dan tentang orang-orang Melayu di Makassar; Sejarah Islam di Sulawesi Selatan oleh Suriadi Mappangara, dkk 2003, membahas tentang Kepercayaan pra Islam, Islamisasi di Sulawesi Selatan, dan penyebarannya; Orang Melayu di Makassar XVI-XVII 2016, oleh Usman Nomay yang membahas tentang kedatangan orang Melayu di Sulawesi Selatan, penyiaran agama Islam oleh orang Melayu, hubungan orang Melayu dengan orang lokal di Sulawesi Selatan. Selain sumber di atas ada beberapa sumber yang lain yang dijadikan referensi dalam penulisan kajian seharusnya menggunakan metode, agar kajiannnya bisa lebih ilmiah dan dapat dipertanggung jawabkan, selain itu agar tulisan ini lebih terarah. Metode yang digunakan adalah metode sejarah, yang menjelaskan suatu persoalan berdasarkan perspektif sejarah. Adapun tahap-tahapnya tersusun sebagai berikut heuristik pengumpulan data. Pada tahap ini kegiatan diarahkan pada pengumpulan sumber data berupa jejak yang ada hubungannya dengan masalah yang diteliti. Pada tahap pengumpulan data ini dilakukan studi pustaka, beberapa buku dijadikan acuan seperti lontarak Patturiolonga ri Gowa, buku-buku tentang orang Melayu, dan lain-lain. Kemudian dilakukan penilaian data kritik sumber yaitu merupakan tahapan kegiatan menganalisa data yang telah diperoleh, guna memperoleh data yang selanjutnya mengolah data menjadi fakta melalui kritik sumber. Fakta-fakta yang didapatkan kemudian diinterpretasikan, untuk memberikan arti atau makna kepada suatu peristiwa. Penafsiran dilakukan dengan jalan memberi penjelasan terhadap fakta-fakta sejarah seobjektif mungkin, dan terakhir adalah tahapan penulisan atau historiogra dalam bentuk kisah sejarah. Abdullah, Tauk dan Abdurrahman Suryomihardjo, 1985xv.WALASUJI Volume 9, No. 2, Desember 2018 373—387 375PEMBAHASANAwal Kedatangan Orang MelayuSebagai wilayah yang sangat strategis Sulawesi Selatan sangat ramai didatangi oleh pedagang dari luar. Tahun-tahun pertama kedatangan orang Melayu di Sulawesi Selatan yaitu tahun 1490 Masehi, di Kerajaan Siang sudah terdapat sebuah penempatan khas komunitas Melayu, di mana penduduk dan kepala kampungnya dipimpin oleh orang Melayu serta menerapkan pentabiran ala Melayu. Abad XVI juga terdapat perkampungan Melayu di wilayah Kerajaan Makassar, yang diawali dengan kontrak sosial antarpimpinan kelompok Melayu dengan Raja Gowa yang memberikan hak-hak istimewa kepada orang Melayu di Makassar. Jika di Madagaskar destinasi utama orang Melayu di sebelah barat, maka di sebelah timur adalah Sulawesi Selatan. Manuskrip Bugis Makassar menyebutkan bahwa orang Melayu yang datang ke Sulawesi Selatan berasal dari Malaka, Johor, Siam, Pahang, Minangkabau, Campa, dan Patani. Orang-orang Melayu datang ke Sulawesi Selatan secara bertahap dan terus menerus sejak akhir abad XV, mereka datang dan membawa dan membawa peradaban khas Melayu sebagaimana yang terbina pada Kerajaan Malaka. Perdagangan dan pelayaran maritim merupakan peradaban Melayu yang khas yang terbentuk sejak abad XV, memberikan impact kepada perkembangan Bugis dan Makassar. Orang Bugis dan Makassar pun mampu mewujudkan sebagai masyarakat pelaut yang handal manakala tetap membina peradaban agraris yang memang merupakan pencaharian awal Muhlis http// kehadiran orang Melayu di Makassar, tidak lepas dari beberapa faktor seperti adanya pengaruh kondisi sosial politik Indonesia pada abad XVI, Kondisi ini adalah bagaimana pada masa setelah Malaka Jatuh oleh Potugis pada tahun 1511, yang menyebabkan banyaknya pedagang-pedagang Melayu Islam mengungsi ketempat-tempat baru yang lebih baik untuk melakukan pelayaran dan perdagangan, orang Melayu meninggalkan negerinya karena adanya anggapan bahwa orang Portugis adalah orang yang tidak taat beragama atau kar. Dengan adanya pengungsian orang Melayu ini pada akhirnya mempercepat pertumbuhan pelabuhan di sepanjang pantai-pantai kepulauan Nusantara Mappangara, 2004321.Setelah Malaka jatuh, banyak pedagang Melayu awalnya mengikuti penguasa mereka dalam perjalanan untuk memperoleh uang. Namun kekerasan dan penghancuran yang terus dilakukan oleh Portugis menyebabkan perdagangan menjadi sulit. Melihat keadaan itu, banyak sekali pedagang Melayu menyebar ke kerajaan lain demi mencari tempat dimana, pertama perdagangan dapat dijalankan secara aman dan menguntungkan; kedua, mereka dapat memperoleh jaminan perlindungan dari penguasa setempat. Banyak orang Melayu mengungsi ke timur, yaitu ke Sulawesi dan kelihatannya menetap di kerajaan utama pantai barat semenanjung Sulawesi Selatan terutama di Siang, dengan kerajaan sekutunya, yaitu Suppa sebelum pindah ke Makassar Andaya, 200434-35.Salah seorang berkebangsaan Inggris Sildhordt menyebutkan bahwa pada tahun 1625 telah ribuan orang Melayu tinggal di Makassar, sebagian besar dari mereka adalah berasal dari Kerajaan Patani dan Johor. Dalam suatu laporan tahun 1631 ketika itu terjadi suatu kebakaran yang menghancurkan 556 rumah orang asing. Pada 1665 ratusan orang dari Minangkabau dan Campa hidup dibawah perlindungan raja, hal ini juga didukung oleh data yang mengatakan imigran orang Melayu ke wilayah timur Indonesia terus berdatangan sampai awal abad XVII disebabkan oleh blokade Belanda atas Selat Malaka serta adanya serangan-serangan di atas kapal disetiap tempat di sebelah timur Indonesia. Bahkan proses menghilangnya pedagang Melayu di Malaka berlanjut sampai Inggris datang ke Malaya pada akhir abad XVIII dimana mereka tidak menemukan orang-orang Melayu lagi Effendy, 2005127; Mappangara, dkk, 200349.Orang Melayu di Sulawesi Selatan ... Bahtiar 376Sehubungan dengan kehadiran orang-orang Melayu di Makassar, disebabkan juga kondisi alam daerah ini yang memiliki rute pelayaran Nusantara, Beberapa sumber sejarah mengatakan terjadi perubahan rute pada abad XVII, di mana pada abad sebelumnya rute perjalanan yang ditempuh adalah Maluku, Jawa, dan Selat Malaka kemudian selanjutnya perjalanan berubah ke Maluku, Makassar, dan Selat melakukan pelayaran dan perdagangannya di Makassar orang-orang Melayu juga menaruh perhatian dengan hasil-hasil ekspor dari Makassar dan pulau-pulau sekitarnya, seperti kayu cendana yang sebagian besar diimpor dari Timur dan Sumba. Permintaan datang dari berbagai negara Asia, utamanya Cina yang tidak pernah berhenti. Dari pulau-pulau Sunda Kecil juga mendatangkan kura-kura, beras, dan budak. Hampir semua komoditi dagang di bawah oleh pedagang-pedagang dari Melayu, Cina, dan Jawa dalam perjalanannya mencari rempah-rempah di Pulau Maluku. Saudagar-saudagar tersebut menelusuri jalur pesisir Luwu menuju arah Banggai, rute perjalanan ini digunakan untuk memperoleh biji besi Sulawesi. Yaitu yang bersumber dari Luwu untuk pembuatan keris terkenal asal Majapahit, jalur pelayaran dibawah pengawasan pemerintah Luwu Reid, 1983124.Terjalinnya hubungan antara Kerajaan Gowa dengan orang-orang Melayu, terbentuk sebelum pengangkatan orang Melayu sebagai kepala kampung saat kerajaan ini mencapai puncak kejayaannya. Hampir satu abad sebelumnya orang Melayu telah mendapat tempat dan kedudukan terhormat di istana. Sebagai contoh pada masa pemerintahan Raja Gowa X Tunipalangga Ulaweng 1546-1565, mengangkat seorang keturunan Melayu bernama I Mangambari Karaeng Mangaweang. Yang bertugas sebagai kepala kampung yang pertama, sekaligus bertugas sebagai sahbandar. Mulai saat itu secara turun temurun jabatan sahbandar dan jabatan penting lainnya dipegang oleh orang Melayu Skinner, 196354.Pada kira-kira pertengahan abad XVI ada yang menyebutkan pada tahun 1521 dan tahun 1561, sewaktu I Manriwagauq Daeng Bonto Karaeng Lakiung nama setelah wafat Tunipalanggaulaweng menjadi raja di Gowa, datanglah di Makassar seorang pedagang yang berasal dari tanah Melayu Sumatera yang bernama nahkoda Bonang yang meminta kepada baginda raja sebidang tanah untuk ditempatinya. Beberapa capaian Tunipalangga Ulaweng, salah satu diantaranya disebutkan dalam kronik Gowa; dialah Penguasa pertama yang didatangi oleh orang asing Melayu di bawah Anakhoda Bonang untuk meminta tempat tinggal di Makassar Andaya, 200432. Baginda raja memberikan tanah kepada nahkoda Bonang dengan perjanjian sebagai berikut1. Orang-orang Gowa tidak boleh memasuki tempat itu2. Orang-orang Gowa tidak boleh masuk ke rumah tempat tinggal orang Melayu3. Orang-orang Gowa tidak boleh membagi anak dari orang Melayu4. Orang-orang Gowa tidak boleh merampas harta benda orang-orang Melayu, jika orang-orang Melayu berbuat sesuatu kesalahan Patunru, 2004128; Andaya, 200435.1Perjanjian tersebut yang merupakan suatu exterritorialiteit setiap warganegara, di manapun dia berada, tetap mendapatkan perlakuan hukum dari negaranya diterima baik oleh kedua belah pihak. Dengan demikian tinggallah di Makassar orang-orang Melayu yang berasal dari patani, Cimpoh, Johor, Pahang, dan Minangkabau, berkampung di tempat yang telah diberikan raja kepada tidak hanya menjamin hak-hak ini, tapi lebih jauh menjamin orang melayu dengan kata-kata ā€œketika sapiku lelah, saya akan membawanya bermain di kubangan , ketika angkutannya berat, saya meringankannya. Saya akan melakukan hal yang sama untuk sesame manusia, saya Cuma meminta anda tidak melakukan pembunuhan di kerajaan saya tanpa sepengetahuan saya. Maka mulailah sejarah panjang kerjasama menguntungkan antara komunitas Melayu di Makassar dan penguasa Volume 9, No. 2, Desember 2018 373—387 377Beberapa puluh tahun kemudian pada akhir abad XVI setelah tiga raja berturut-turut memerintah di Gowa yaitu masing-masing Tajibarani Daeng Marompa Karaeng Bontolangkasa Tunijalloq dan I Tepu Karaeng Daeng Parabbung Tunipasuluq, datanglah tiga orang ulama besar dari Kota Tengah Minangkabau ke Makassar untuk menyebarkan agama Islam di Sulawesi Selatan, mereka itu ialah1. Abdullah Ma’mur Khatib Tunggal Datuk Bandang.2. Datuk Sulaiman Datuk Pattimang3. Khatib Bungsu Datuk Tiro Patunru, 2004128.Yang menjadi raja Gowa pada waktu itu adalah I Mangarangi Daeng Manrabia dan menjadi raja di Tallo dan Mangkubumi di Gowa ialah I Malingkaang Daeng Nyonri. Mulai tanggal 22 September 1605 kedua raja tersebut bersama rakyatnya orang-orang Makassar diislamkan oleh Datuk ri Bandang. Sejak waktu itulah maka Gowa dan Tallo menjadi negara Islam. Raja Gowa diberi gelaran Arab Sultan Alauddin setelah wafat disebut TumEnanga ri Gaukanna, dan Raja Tallo digelar Sultan Abdullah Awalul Islam setelah wafat disebut TumaEnanga ri agamana.Tahun 1607 ketika kantor dagang Belanda telah berfungsi secara optimal, demikian juga dengan kantor-kantor dagang asing lainnya, maka orang-orang Melayu yang bermukim di Mangallekana sebelumnya telah bergerak di bidang perdagangan dan jasa menjadi pegawai dan rekan kerja oleh semua perusahaan asing, utamanya Belanda VOC, kerjasama dan hubungan baik antara orang-orang Melayu dengan Belanda mengalami gangguan yang cukup lama karena tahun 1615 kantor dagang Belanda di Makassar ditutup. Keadaan ini berlangsung lebih setengah abad 55 tahun, 1615-1670 dan mencapai puncaknya ketika Makassar kalah Kerajaan Gowa dalam Perang Makassar 1667, Perdana Menteri Kerajaan Gowa, Raja Tallo Karaeng Karunrung marah besar dan menuduh orang Melayu berhianat. Hal ini dapat dimengerti, karena umumnya orang Melayu bekerja di sektor perdagangan terutama berhubungan dengan kantor-kantor dagang asing di Makassar, utamanya Belanda Paeni, 201463.Kedekatan orang Melayu dengan Belanda di Makassar erat hubungannya dengan adanya jaringan perdagangan dan hubungan diplomatik yang baik antara Johor dan Belanda sejak keduanya melakukan kerjasama dengan merebut Malaka dari tangan Portugis merupakan koalisi terdekat dari Kerajaan Gowa. Bagi Kerajaan Gowa Portugis tidak hanya dekat dalam bidang perdagangan tapi lebih dari itu, bahwa benteng-benteng pertahanan Kerajaan Gowa dibangun oleh arsitek Portugis, demikian juga administrasi kerajaan, persenjataan, amunisi ditangani oleh ahli-ahli portugis. Keadaan ini menjadikan orang Melayu mengalami masalah, karena koalisi antara Johor dan Belanda untuk memerangi Portugis di Malaka. Justru menyulitkan kedudukan orang Melayu, keadaan ini dapat dimengerti mengapa Mangkubumi Kerajaan Gowa menaruh curiga kepada orang Melayu, karena itu orang Melayu dianggap berkhianat dan meyebabkan kekalah Kerajaan Gowa dari Belanda. Akibatnya Karaeng Karunrung mengusir orang Melayu agar meninggalkan daratan Sulawesi dan menempatkannya pada pulau-pulau berawalan Sa di sekitar laut Makassar, di Pulau Sabutung, Pulau Salembo, Pulau Satando, Pulau Sabalanga termasuk Selayar, dan Pulau Sabaru. Pengusiran orang Melayu keluar dari Sulawesi umumnya orang Melayu yang bermukim di Mangallekana, umumnya bekerja sebagai pegawai di kantor dagang asing, utamanya Belanda. Sementara orang Melayu yang bermukim di Salajo/Patani dan Sanrobone tidak terkena pengusiran karena mereka umumnya adalah petani, nelayan, dan muballik. Selebihnya di sektor pelayaran antar pulau yang berada di bawah administrasi Kerajaan Gowa Paeni, 201464-65.Inilah yang menjalin hubungan baik dengan raja-raja lokal di Sulawesi Selatan. Perlu diketahui umumnya orang Melayu yang bermukim di Salajo adalah Melayu Patani dan Minangkabau yang dalam kegiatan sehari-Orang Melayu di Sulawesi Selatan ... Bahtiar 378hari tidak berhubungan dengan kantor-kantor dagang asing di Somba Opu apalagi dengan orang Belanda. Dalam hal kegiatan yang berhubungan dengan keagamaan, kegiatan sosial, pertanian, dan wiraswasta lokal yang berhubungan dengan perdagangan hasil-hasil laut bekerja sama dengan orang Bajo dan orang Makassar. Kenyataan ini memperlihatkan bahwa ada dua kelompok besar Melayu. Di Makassar, yakni masyarakat Melayu Patani/Salajo dan masyarakat Melayu Mangallekana. Meski keduanya Melayu tetapi secara prinsip terdapat perbedaan yang menyolok, hal inilah yang menyebabkan tidak harmonisnya hubungan Melayu Johor dan Melayu Patani Paeni, 201465. Setelah 1670 terjadi perubahan, ketika Belanda muncul sebagai pemenang dalam perang Makassar, kantor dagang Belanda dibuka kembali, orang Melayu yang semula diusir, dipanggil kembali. Mereka diberi tempat secara khusus di sekitar benteng Ujung Pandang, di tempat inilah orang Melayu membuka perkampungan yang kemudian disebut Kampung Melayu. Mereka mendapat prioritas mendirikan rumah dan melakukan berbagai aktivitas, mereka juga mendapat perlakuan istimewa dari Belanda berupa jaminan keamanan dan peran ekonomi. Selain itu orang Melayu juga bertugas sebagai mediator antara Belanda dengan penguasa lokal yang secara umum sangat anti Belanda, termasuk suku-suku Turijene atau orang Bajo yang sangat setia kepada Raja Gowa Paeni, 201468.Kemudian kedua raja tersebut menggiatkan penyebaran agama dan pengislaman ke tanah Bugis. Raja-raja di Ajatapparang Sidenreng, Sawitto, Suppa, dan lain-lain. Soppeng bersama rakyatnya mulai memeluk agama Islam dalam tahun 1609, raja dan rakyat Wajo tahun 1610 dan raja-raja bersama rakyat Bone dalam tahun 1611. Raja-raja dan rakyat Luwu mulai masuk Islam tahun 1605, bersamaan dengan Gowa memasukkan agama Islam di Luwu adalah Datuk Patimang. Raja Luwu yang mula-mula memeluk agama Islam di Luwu adalah La Pattiwareq Daeng Parabbung dengan gelaran Sultan Muhammad Wali Muzhahiruddin nama saat wafat MatinroE ri Ware. Datuk Pattimang juga yang mengislamkan orang Wajo tahun 1610 Patunru, 2004129. Tahun 1632 datang pula seorang Melayu yang bernama Datuk Maharaja Lela membawa kemenakannya suami istri yang laki-laki bernama Paduka Raja dan perempuan bernama Putra Sinapati serta membawa bendera kerajaan yang dinamai Buluh Perindu. Adapun Datuk Maharaja Lela itu adalah paman dari Raja Patani dan putri Sinapati saudara dari Raja Patani. Mereka meninggalkan negerinya karena terjadinya perselisihan dengan Raja Maharaja Lela itulah yang kemudian dipilih oleh orang-orang Melayu menjadi kepalanya Patunru, 2004129. Datuk Maharaja Lela adalah seorang bangsawan Melayu yang berasal dari Patani yang meninggalkan kampung halamannya, karena merasa tersinggung atas penghinaan yang ditujukan kepadanya dan tiba di Makassar tahun1632. Selanjutnya dia dipilih menjadi penghulu orang Melayu di Makassar, suatu penunjukan yang direstui oleh Sultan Gowa. Datuk Maharaja Lela yang diberi tugas sebagai komandan kubu pertahanan yang dipertahankan oleh orang Melayu dan dia pula yang dipanggil oleh raja Gowa jika ada orang Melayu yang membangkang Amin. 2008162.2Saat Gowa melawan pasukan Bugis dan Belanda 29 September 1660 Gowa menambahkan pasukannya, tambahan pasukan ini terutama dari dari Ternate, Banda, dan Melayu Makassar Andaya, 200464. Dalam peperangan ini pasukan Makassar dengan kekuatan 200 penembak Melayu ke Padang-Padang, Massepe. Serangan ambisius dengan tujuan merebut kembali Roterdam, sekitar 1000 orang terlibat dalam peperangan, utamanya terdiri dari orang Melayu dan Wajo Andaya, 2Gelar Maharaja Lela tampaknya merupakan bagian dari sistem pemerintahan tersendiri di kalangan orang Melayu yang tidak memilki tempat dalam institusi politik Volume 9, No. 2, Desember 2018 373—387 3792004156. Oleh Gowa pasukan Melayu disebut sebagai pasukan terbaik. Sewaktu berkobar peperangan tahun 1667 antara Raja Gowa Sultan Hasanuddin dengan Kompeni Belanda di bawah pimpinan Speelman yang dibantu oleh La Tenritata Towapatunru Arung Palakka, orang-orang Melayu membantu raja Gowa, tidak begitu menaruh kepercayaan kepada Karaeng Karunrung nama setelah wafat TumEnanga ri Ujung Tana memberi nasehat kepada orang Melayu, supaya mereka itu tidak campur tangan dalam peperangan itu. Oleh sebab itu maka orang-orang Melayu meninggalkan Makassar dan Sulawesi Selatan, ada yang ke Bima, Sumbawa, Banjarmasin, Kutai, dan pulau-pulau dekat Kalimantan, ke Kaili dan lain-lain Patunru, 2004129.Setelah peperangan tersebut berakhir dengan penandatanganan perjanjian perdamaian di Bungaya tangal 18 November 1667, maka Laksamana Speelman memanggil kembali orang-orang Melayu tersebut. Demikianlah maka dalam waktu yang tidak lama, orang-orang Melayu kembali ke menempatkan mereka di Ujung Tanah di bawah kekuasaan Raja Bone Arung Palakka. Akan tetapi tidak lama kemudian Datuk Maharaja Lela, kepala dari orang-rang Melayu, meminta kepada Kompeni Belanda supaya ia bersama rakyatnya orang-orang Melayu meninggalkan Ujung Tanah, karena mereka merasa selalu mengalami perlakuan tidak wajar dari orang-orang Bugis. Oleh sebab itu Kompeni Belanda memindahkan orang-orang Melayu itu ke tempat lain, orang-orang Melayu membuka perkampungan setelah mereka menebas hutan yang bernama bulekang, kampung yang baru dinamai Kampung Melayu. Dengan kedatangan orang Melayu ini telah membentuk hubungan tidak hanya dalam hubungan dagang, pemilik kapal, sebagai pejabat atau duta bahkan dalam batas-batas tertentu menyiarkan Islam kepada penduduk setempat Patunru, 2004130. Hubungan Makassar dan orang melayu juga terjalin yaitu pada pertempuran antara Trunojoyo dan pengungsi Makassar tahun 1667, saat itu Karaeng Galesong dan pengikut-pengikutnya dapat beroperasi dan berhasil dari timur Madura, sementara Daeng Tulolo dengan kekuatan 200 orang Makassar dan 1000 orang Melayu di bawah seorang Datuk Louadin berhasil dalam pergerakan mereka di sebelah barat. Beberapa dekade dalam pengungsian juga diangkat menjadi raja Muda di Kerajaan Melayu, Johor Andaya, 2004269.3Tanggal 28 Mei 1706 pemerintah Belanda di Makassar mengangkat Incek Cukka Abdul Rasul menjadi kepala atas orang-rang Melayu pertama. Dalam jabatannya itu ia mendapat penghasilan dari bea pasar ikan yang didirikannya sendiri dan dari pembuatan surat-surat hak milik untuk penduduknya. Atas izin raja Gowa dan raja Bone, ia mendirikan sebuah masjid dalam kampungnya. Kemudian setelah ia wafat yang diangkat menjadi kapitan Melayu ialah sepupu sekalinya yang bernama Incek Maulud yaitu pada tanggal 27 januari 1724. Empat tahun kemudian beliau digantikan oleh Incek Somba sebagai Kapiten Melayu yang ke 3, pengangkatannya dalam jabatan itu terjadi tanggal 27 Mei wafat Incek Somba wafat beliau digantikan oleh Incek Bendak sebagai Kapiten Melayu yang ke 4 Pelantikannya berlangsung tanggal 24 Desember 1733. Beliau adalah cicit dari Datuk Paduka Raja dan Putri I Bendak wafat maka beliau digantikan oleh kemanakannya yang bernama Incek Jamaluddin sebagai Kapiten Melayu yang ke 5. Pengangkatannya berlangsung tanggal 27 Agustus 1739. Setelah wafat beliau digantikan oleh Incek Abdul Kadir sebagai Kapiten Melayu yang ke 6, beliau diangkat tanggal 29 Oktober 1747, ia adalah putra dari Incek Abdul Rahman Datuk Sabutung putra dari Said Abdul Amir, peranakan Arab Melayu dari Bima 3Diantara pemimpin pengungsi Makassar yang paling terkenal adalah karaeng Tallo Sultan Harunrasyid Tumengan ri Lampana, Kareng Galesong, putra Sultan Hasanuddin, Daeng Mangapa, saudara Karaeng Tallo, Karaeng Bontomarannu, Tumabicara Butta Gowa, dan putra Karaeng Sumanna, dan Daeng Tulolo, Paman Karaeng Gowa Sultan Muhammad Ali Orang Melayu di Sulawesi Selatan ... Bahtiar 380dan I Pattimang putra dari Arung Bulo-Bulo Patunru, 2001131.Hubungan Kerjasama Makassar-MelayuDengan diberlakukannya kebijaksanaan politik pintu terbuka yang diterapkan, pada akhirnya tidak memikat pedagang dan pelaut di daerah ini Bugis, Makassar, Mandar, Selayar, Bajo, tetapi para pedagang yang bergiat di dunia perdagangan di Asia Timur dan Tenggara. Pada akhir abad XVI dan memasuki abad XVII bandar niaga Makassar telah merupakan pusat perniagaan pedagang-pedagang dari luar seperti Spanyol, Denmark, Cina, Inggris, dan lainnya. Untuk lebih mempererat hubungan niaga itu, maka pemerintah kerajaan memberikan kesempatan kepada pedagang-pedagang untuk mendirikan perwakilan dagang mereka. Itulah sebabnya jika pada periode Tunipalangga Ulaweng diberitakan hanya ada perwakilan dagang Portugis, maka dalam perkembangan kemudian dapat dicatat sejumlah perwakilan dagang bangsa asing lainnya, seperti Belanda pada 1607, Inggris pada tahun 1613, Spanyol pada tahun1615, Denmark pada tahun 1618, dan Cina pada tahun 1619 Poelinggomang, 199129.Sistem keterbukaan Kerajaan Makassar terhadap semua pedagang, baik yang mandiri maupun mereka yang mewakili atau melaksanakan kegiatan niaga penguasa membuka peluang dan memudahkan terjalinnya hubungan niaga yang baik dengan pusat perdagangan lainnya. I Malingkaang Daeng Manyonri 1536-1539, Mangkubumi Kerajaan Makassar, dinyatakan mendapatkan izin dari penguasa Belanda untuk menempatkan wilayah di Banda pada tahun 1607. Di samping itu atas izin pemerintah Spanyol di Pilipina, pihak Makassar kemudian mendirikan perwakilan dagang di Manila dan oleh pemerintah Portugis di Makao. Menurut Spelman pendirian perwakilan dagang Makassar di Manila didasarkan atas adanya larangan bagi pedagang-pedagang dari Jawa dan Melayu untuk mengunjungi pelabuhan dagang dengan mengatasnamakan Makassar Poelinggomang, 199130.Sebagaimana yang telah disebutkan sebelumnya kunci keberhasilan jaringan dagang orang Melayu di Makassar, ada pada kebijakan politik ā€œPintu Terbukaā€ Kerajaan Gowa, dengan prinsip Mare Liberium dibawah perlindungan kerajaan. Daerah kepulauan di Sulawesi Selatan adalah wilayah pulau yang dikelilingi oleh laut, tentunya ada jalur transportasi perdagangan yang berpusat di bandar-bandar perluasaan kekuasaan dan pintu terbuka, akhirnya berhasil mewujudkan tujuan untuk menempatkan Makassar sebagai satu-satunya pusat perdagangan di wilayah itu. Pedagang-pedagang dari Mandar, Wajo, Bugis, Makassar, Selayar, Melayu, Inggris, Denmark, Spanyol, Cina, dan Portugis yang melakukan pelayaran niaga nmenjadikan Makassar bandar singgah dan pasar produksi mereka Poelinggomang, dkk, 200457. Kebijakan politik Tunipalangga Ulaweng, pertama-tama bertujuan memudarkan dan melenyapkan bandar niaga kerajaan-kerajaan lain di wilayah itu. Pengangkutan orang dan barang dari daerah itu menyebabkan kerajaan-kerajaan taklukan tidak dapat mengembangkan bandar mereka. Tindakan itu tidak secara langsung memaksa pedagang-pedagang Melayu Pahang, Patani, Campa, Minangkabau, dan Johor memohon kepada raja untuk menetap dan berniaga di bandar niaganya. Pedagang-pedagang Melayu ini sebelumnya menjadikan Siang sebagai koloni dagang. Permohonan mereka dipenuhi dan diberi izin untuk menetap di Mangngalekanna, daerah pemukiman mereka di bawah pengawasan sahbandar I Mangngabari Kareng Mangngaweang, sehingga ia dikenal dengan nama Daeng ri Mangngalekanna Poelinggomang, dkk, 200456.Salah satu hal yang sangat penting dan berpengaruh dalam hubungan orang Makassar-Melayu adalah Incek Abdul Rahman dengan istrinya Sitti Djamilah, mereka dikarunia 5 anak laki-laki dan 1 anak perempuan, Keenam anak ini diajak belajar Alquran, berhitung, belajar mengukur, menakar, dan menimbang pada mualim kelima anak laki-laki WALASUJI Volume 9, No. 2, Desember 2018 373—387 381tersebut tampil dengan pola yang berbeda-beda baik pengetahuan dan keterampilan, ada yang terampil berdagang, berlayar, pandai membuat perahu dan ada juga yang berjual beli hasil pulau yang diantar ke kota Makassar seperti agar-agar, sisik, teripang, ikan kering yang dijual kepada pedagang Cina. Pada saat itu Kampung Melayu sedang ramai dan makmur, disebabkan oleh proses perniagaan berada ditangan orang-orang Melayu, sementara jabatan sebagai Kapiten Melayu dijabat oleh Incek Bendaak di Kota Makassar. Suatu sifat yang menonjol dari pada pimpinan pedagang Melayu selalu bersifat sederhana walaupun mereka memiliki potensi dan bakat dalam pengembangan keterampilan. Keahlian-keahlian seperti pandai besi, pandai emas, ahli bangunan, pembuat sumpit, tukang membuat senjata dan logam, tukang larik, dan tukang pemental tali menjadi bagian hubungan antara orang Melayu dan orang Makassar Nomay, 200933-34. Realisasi dari wujud atas pertanggungjawaban moralnya Datuk Ponggawa meninggalkan seluruh atribut dan kewenangan yang pernah diberikan kepadanya, ia mengungsi pada saat Kerajaan Gowa sudah mulai redup dan Benteng Somba Opu dihancurkan oleh Belanda, maka orang-orang Belanda tetaptinggal di Benteng Ujung Pandang, sedangkan orang Melayu berpindah arah ke kawasan Negorij akhir abad XVI sampai pada pertengahan abad XVII para pengamat terkesan oleh pertumbuhan perdagangan Melayu di Makassar. Jan van Gorcum Gubernur Belanda di Maluku dalam suratnya kepada Gubernur Jenderal Carpentier pada tahun 1626, menyatakan bahwa orang Melayu telah berdagang di Makassar satu abad sebelum kedatangan orang Belanda, dengan keuntungan yang besar dari perdagangan rempah-rempah, beras, pakaian, dan porselin-porselin Tiele, 1980109; Nomay, 200936. Laporan lain lagi mengenai keadaan Makassar pada tahun 1637, seorang pedagang Belanda Hendrick Kerckringh menulis, masyarakat Melayu di sana sangat dihormati, mereka adalah penduduk yang sangat kaya dan rumah mereka dibangun diatas rumah-rumah orang Makassar. Ditambahkan pula bahwa mereka adalah kelompok pedagang yang betul-betul mandiri, menyediakan modal sendiri, mengatur perkapalan secara besar-besaran dan menggunakan kapal yang pada waktu itu untuk mencapai tempat-tempat yang jauh dalam proses perdagangan Tiele, 1980336; Nomay, 200937.Kerajaan Gowa mengizinkan bagi pedagang-pedagang asing untuk mendirikan tempat-tempat ibadah seperti pendirian masdjid untuk pedagang Melayu pada masa pemerintahan I manggorai Daeng Mameta Karaeng Bonto Langkasa 1593-1636 Poelinggomang, dkk, 200463.Orang-orang Melayu di Makassar diberikan hak-hak istimewa agar hubungan antara orang-orang Melayu dan orang-orang Makassar tetap terjalin dengan ini merupakan suatu alasan yang logis bahwa pada abad XVI sudah terjalin hubungan yang baik antara orang Makassar dan orang di Sulawesi Selatan Oleh Orang MelayuJatuhnya Malaka ke tangan Portugis yang memaksa Sultan Malaka menyingkir ke Johor. Dari kesaksian Tom Pires diketahui bahwa dari sekian yang banyak bangsa yang berdagang di Malaka, beberapa di antaranya berasal dari Kepulauan Makassar, termasuk pedagang Bugis dan sejumlah kecil pelaut Bajo. Sedangkan Antonio de Paivamengungkapkan bahwa pedagang Muslim Melayu Patani, Pahang, dan Ujung Tanah dari Semenanjung Melayu dan Minangkabau telah menjalin hubungan perdagangan dengan Siang sejak 1490. Dari beberapa sumber dapat disimpulkan bahwa sebagai akibat jatuhnya Malaka, Sulawesi Selatan menjalin hubungan yang semakin intensif dengan kerajaan-kerajaan lainnya seperti Aceh, Patani, Johor, Banjarmasin, dan Demak, yang semuanya merupakan pusat penyebaran agama Islam Pelras, 2005148-150.Orang Melayu di Sulawesi Selatan ... Bahtiar 382Sejak awal pengembangan dakwah Islam, orang Melayu yang berdiam di Makassar, telah memegang peranan penting. Terutama dalam penulisan dan penyalinan buku-buku agama Islam dari bahasa Melayu ke bahasa Makassar lontarak. Berbagai lontarak yang isinya dari naskah Melayu juga disalin ke dalam lontarak. Berbagai lontarak yang asalnya dari naskah berbahasa melayu, diduga berasal dari zaman permulaan perkembangan agama Islam di Sulawesi Selatan abad XVII-XVIII. Sampai sekarang masih popular dalam kalangan orang tua-tua Bugis-Makassar, sepert antara lain 1. Lontarak perkawinan antara Saidina Ali dengan Fatimah, putrid rasulullah, 2. Lontarak nabi Yusuf dan percintaan Laila Majnun, 3. Sura bukkur, yang dalam bahasa Bugis dikenal dengan lontarak pau-paunna Sultanil injilai, 4. budhi istihara, 5. Kitta parai, hukum kewarisan Islam, 6. Kitta nikka hukum pernikahan, 7. Lontarak na sehe maradang, 8. Lontarak tentang peperangan Nabi Muhammad dengan Raja Hindi, mukjizat Nabi Muhammad, wewenang kadhi, menurut syareat Islam, dan banyak lainnya lagi Mattulada, 1998193-194.Setelah bandar Malaka jatuh ketangan bangsa Portugis tahun 1511 secara pelan tapi pasti bandar ini ditinggalkan oleh pedagang Islam. Sultan Muhammad Syah, Sultan Malaka yang terakhir melarikan diri, dan menjadikan wilayah Johor sebagai basisnya untuk membangun kembali dinasti Malaka. Para pedagang ini menyebar, dan secara bertahap kota-kota pantai bermunculan yang didominasi olehpara pedagang-pedagang Islam. Jika melihat peran besar yang dimainkan oleh para pedagang Bugis Makassar di arena perdagangan Nusantara pada abad XV dan XVI Masehi, agama Islam tentunya bukanlah suatu yang asing bagi mereka. Berkembangnya Bandar Malaka yang diawali kurang lebih tahun 1400 dan kemudian menjadi bandar pelabuhan besar dan sekaligus menjadi pusat penyebaran agama Islam terbesar di Asia Tenggara pada abad XV. Tentu agama Islam sudah di kenal baik oleh pedagang dari Sulawesi Selatan Poelinggomang, dkk, 200479.Dari beberapa sumber diperoleh keterangan bahwa, sebelum Kerajaan Gowa diislamkan beberapa daerah lain di Sulawesi Selatan lebih dahulu diislamkan, yakni Kerajaan Luwu, daerah Tiro, dan Pulau Selayar Mappangara, dkk, 200367. Menurut teks Luwu dan Wajo ada tiga oang muballik dari Sumatera yang datang di Sulawesi Selatan untuk menyebarkan agama Islam. Sebelum mengislamkan Gowa, ketiga orang muballik singgah terlebih dahulu ke daerah Datuk mendengar informasi bahwa Kerajaan Luwu adalah kerajaan tertua di Sulawesi Selatan. Dalam mitos Lagaligo disebutkan bahwa cikal bakal dari kerajaan-kerajaan di Sulawesi Selatan bermula dari Luwu, sehingga padanya melekat kewibawaan dan kemuliaan Abdullah, 1983339-340; Pelras, 2005 135-136.4Pada waktu itu Luwu diperintah oleh La Pattiwaere Daeng Parabung 1585-1610 yang kemudian berhasil diislamkan tanggal 15 Ramadhan 1013 4 Februari 1603, dua tahun sebelum Gowa di Islamkan Poelinggomang, dkk, 2004 80. Baginda diberi gelar Arab, Sultan Muhammad Mudharuddin dan ketika mangkat diberi gelar Matinroe ri Ware. Kepercayaan lama yang hidup dalam banyak sendi kehidupan masyarakat Luwu ternyata tidak bertentangan dengan keyakinan yang mereka anut sebelumnya. Meskipun hal itu tidak berarti bahwa agama Islam yang masuk sama dengan kepercayaan mereka pada satu dewata tidak banyak bertentangan dengan kepercayaan adanya Tuhan Yang Maha halnya di daerah Bulukumba, Khatib Tunggal dan Khatib Bungsu dalam pelayaran kembali dari Luwu menuju Gowa berselisih paham. Perselisihan itu 4Sebelum mereka ke Gowa mereka telah mengetahui dan memahami budaya orang Makassar dan Bugis yang berdiam di Riau dan di Johor, sesampainya di Gowa mereka memperoleh keterangan dari orang-orang Melayu yang bermukim di Gowa, bahwa raja yang dimuliakan adalah datu Luwu, sedangkan yang paling kuat pengaruhnya adalah raja Gowa dan mereka memutuskan untuk terlebih dahulu mengIslamkan Datu Luwu, sesudah itu raja-raja Volume 9, No. 2, Desember 2018 373—387 383muncul, sehubungan dengan metode apa yang harus dilakukan dalam penyebaran agama Islam pada masyarakat agar mudah diterima. Keduanya tidak mencapai kesamaan paham, sehingga masing-masing berpisah dan menjalankan rencananya sendiri-sendiri. Khatib Bungsu singgah di Tiro, sedangkan Khatib Tunggal tetap terus menuju daerah Gowa. Hal yang perlu juga menjadi perhatian bahwa dibalik keberhasilan dakwah Islam, tidak semua orang bisa dengan mudah beralih pada awalnya ditentang oleh sejumlah Bissu, sehingga beberapa diantara mereka mengungsi ke Kaili Poelinggomang, dkk, 200489.Sumber informasi yang diperoleh tentang proses Islamisasi di Makassar, yaitu Raja Tallo I Malingkaang Daeng Nyonri Kareng Katangka yang bergelar ā€œSultan Abdullah Awalul Islamā€, dan Raja Gowa I Manggarangi Daeng Manrabia ā€œSultan Alauddinā€ berhasil di islamkan Oleh seorang ulama dari Minangkabau yang bernama Abdul Makmur Khatib Tunggal Datuk Ri Bandang. Peristiwa pengislaman itu berlangsung pada tanggal 22 September 1605 Kamaruddin, dkk, 1985/198687-88.Selanjutnya setelah I Malingkang Daeng Nyonri dengan gelar Karaeng Matoayamengikuti jejak Sultan Alauddin memeluk agama Islam, maka Gowa selaku perintis berusaha mengantar agama Islam ke kerajaan-kerajaan lain. Selain Sultan Alauddin, Karaeng Matoaya dikenal yang menjadikan Islam sebagai agama resmi di Makassar dan menyebarkannya ke seluruh Sulawesi Selatan Pelras, 2005158.Dengan keadaan ini maka Makassar mendapat penghormatan untuk menjadikan pusat penyiaran Islam di Sulawesi Selatan sesuai dengan kesepakatan raja-raja di Sulawesi Selatan. Dan adanya suatu ikrar diantara mereka, bahwa barang siapa yang menemukan yang lebih baik maka dia harus mempunyai jalan yang baik kepada temannya yang lain. Sesuai dengan tuntunan syariat dan sejalan dengan kesepakatan itu. Oleh sebab itu raja Gowa menyampaikan sesuatu yang dianggap baik kepada beberapa raja-raja di tahun kemudian seluruh rakyat Gowa Tallo dinyatakan menganut agama Islam, dengan melakukan bersama-sama salat Jumat yang pertama bertempat di Masjid Tallo pada tanggal 9 November 1607. Pada saat itu bersamaan di bandar Makassar pedagang-pedagang Melayu dan pedagang Makassar memeluk agama Islam di sekitar Benteng Somba Opu. Kemudian di Masjid di Mangngalekana juga dilaksanakan salat Jumat dan doa syukur, dalam khotbah didoakan keselamatan baginda raja dan kesempurnaan Kota Makassar sebagai ibukota kerajaan Islam yang terkenal di Sulawesi Selatan Mattulada, 198240; Pelras, 2005 159.Sesuai tuntutan syariat dan sejalan dengan konvesi, maka Raja Gowa menyampaikan hal yang dianggapnya jalan yang lebih baik kepada segenap raja-raja di seluruh Sulawes Selatan. Jadi penyebaran agama Islam diadakan di dalam seruan-seruan yang diajukan oleh raja Gowa sebagai jalan yang lebih baik. Raja-raja itu diajak untuk menempuh jalan itu, artinya diajak masuk Islam. Oleh beberapa kerajaan kecil seruan/ajakan itu diterima dengan baik, sehingga berlangsunglah penyebaran Islam dengan cara damai di Sulawesi Selatan Mattulada, 198241Ada kemungkinan sebelum Gowa diislamkan, salah satu daerah yang berada di bawah wilayah kekuasaan Kerajaan Gowa yakni Cikoang sekarang berada di daerah Takalar telah mengalami pengIslaman terlebih dahulu dari Gowa. Hal ini diketahui berdasarkan suatu informasi yang menyebutkan bahwa pada tahun-tahun pertama abad XVII Sayyid Jalaluddin Al Aidid membawa Islam ke Cikoang, Laikang, Turatea, di selatan Makassar. Menurut sumber Cikoang, dia adalah putra pasangan Sayyid Muhammad Wahid dan Syarifah Halisayah dari Aceh Poelinggomang, dkk, 200438.Sebelum ke Gowa sekitar akhir abad XVI, Sayyid Jalaluddin yang memulai perjalanannya dari Aceh menuju Banjarmasin. Di sana ia menyampaikan ajaran Islam yang berkaitan erat dengan sekte Syi’ah dan berhasil mengIslamkan seorang bangsawan yang berasal dari Binamu. Kemudian Sayyid Jalaluddin mengawini Orang Melayu di Sulawesi Selatan ... Bahtiar 384putri bangsawan tersebut, dari Banjarmasin Sayyid Jalaluddin menuju kampung istrinya. Sebelumnya singgah di Gowa dan mencoba membawa mengajak penguasa setempat untuk memeluk Islam, ia mengalami perlawanan. Sehingga dia pindah ke Cikoang, di daerah ini ia berhasil mengislamkan kelompok bangsawan dan penduduk yang masih kar Poelinggomang, dkk, 200483; Pelras, 1985112.Hubungan persaudaraan antara pemeluk agama Islam dalam hal ini pedagang Melayu dan Jawa dan orang-orang Makassar, baik para penguasa, kaum bangsawan dan sesama pedagang dikalangan orang Makassar maupun rakyat jelata jauh lebih baik dari pada dengan orang Portugis. Sehingga kesempatan untuk menyiarkan agama Islam kepada orang Makassar lebih mudah dapat diterima dari pada agama Kristen yang dibawa oleh Portugis Mattulada, 198239.Ulama lainnya adalah Chatib Sulung, yang kemudian dikenal dengan nama Datuk Patimang berperan menyebarkan ajaran-ajaran Tauhid dengan menggunakan kepercayaan lama Sure I Lagaligo sebagai cara pendekatan yang dilakukan. Sedangkan Abdul Jawal Khatib Bungsu yang tinggal di Bulukumba dan diberi gelar Datuk ri Tiro mengembangkan ajaran agama Islam dengan melakukan pendekatan-pendekatan Tasauwuf Mattulada, 1998154.Hal ini dilakukan untuk menghadapi kebiasaan-kebiasaan dari ajaran lama rakyat Tiro yang bertumpu pada kemampuan ilmu hitam yang merupakan pengejawantahan mistik pada kemampuan batin dan semedi. Dengan sistem tasawuf Datuk ri Tiro berusaha memurnikan dan menggantikan mistik kebatinan atau sistem patuntung yang berpusat di Gunung Bawakaraeng dengan pendekatan kepada Allah. Selain ajaran tasawuf Datuk ri Tiro juga menggunakan kajian-kajian Islam yang lain seperti syariat, tarekat, hakekat, dan makrifat sehingga dapat dijadikan sebagai penuntun yang baik agar selamat dunia akhirat. Konsep tasawuf sangat sesuai dengan selera masyarakat, karena ajarannya lebih menekankan kepada pentingnya salat, mengaji, zikir, dan melakukan hal-hal yang dianjurkan oleh agama antara lain jujur, menjaga perilaku, dan tidak berbuat maksiat Mappangara, dkk, 2003 69; Bahtiar, 2012231.Selanjutnya mengenai penyebarannya Datuk ri Tiro dengan dukungan La Unru Daeng Biasa Karaeng Ambibiah melakukan penyiaran agama Islam ke daerah sekitar dimulai dari Kerajaan Bira yang terletak di sebelah selatan Kerajaan Tiro. Usaha Datuk ri Tiro tidak hanya pada daerah sekitarnya Kerajaan Tiro, tetapi juga menjangkau daerah lain seperti Bantaeng, di sebelah barat dan daerah Kerajaan Tellu Limpoe atau Sinjai di sebelah utara Bahtiar, 2012231.Berjalannya persebaran ajaran agama Islam di Sulawesi Selatan yang diperankan oleh ketiga ulama ini, maka Butta Gowa tampil sebagai tokoh utama dalam penyiaran agama Islam, disamping dengan jalan damai adapula yang melalui peperangan. Perioede ini berlangsung dari tahun 1605 sampai tahun 1612, setelah itu dilakukan sosialisasi dan pembudayaan Islam ke dalam masyarakat Sulawesi Orang Melayu di Sulawesi SelatanKebiasaan orang Melayu yang penuh kesederhanaan yang membuat orang Melayu mudah beradapatasi dengan penduduk setempat dalam hal ini orang Makassar. Dengan banyaknya waktu hidup brsama dengan orang Sulawesi Selatan , maka beberapa Orang Melayu dapat menempati tempati tempat penting. Gambaran berikut bagaimana orang-orang Melayu dalam kehidupan sehari-harinya bekerja dengan baik di daerah dari sistem pemerintahan dan administrasi di Sulawesi Selatan telah terbagi fungsi masing-masing antara jabatan sahbandar dengan jabatan Tumailalang. Untuk mengisi dan menambah sarana administrasi, oleh sebab itu di dalam benteng harus ada timbangan, takaran untuk dapat dipakai sebagai alat ukur dan untuk mengetahui barang dagangan yang keluar masuk di Pelabuhan Makassar. Sedangkan dari faktor keamanan, orang Melayu berperanan dalam mengatur barisan-barisan dalam benteng-benteng besar untuk menjaga gangguan dari WALASUJI Volume 9, No. 2, Desember 2018 373—387 385pihak lain. Sedangkan dari segi keterampilan, orang Melayu sangat handal dalam melebur emas dan logam-logam untuk kepentingan kerajaan Wolholff, Tnp thn23.Selain itu jabatan penting lainnya yang telah disebutkan diatas juga dipercayakan kepada orang Melayu. Jabatan lain, seperti juru tulis istana yang bernama Ince Nurdin, ia meninggalkan sebuah karya sastra yang mengabadikan peristiwa ā€œPerang Makassarā€, Syair Perang Mengkasar yang terdiri dari 534 bait dari karya tersebut diceritakan bahwa orang Melayu keturunan Makassar ā€œEnci Aminā€ sebagai anggota dari komunitas orang Melayu, memegang peranan penting dalam perdagangan Makassar dan tidak kalah dibanding dengan orang Belanda, bahkan perannya melebihi peran orang Makassar Skinner, 196320; Nomay, 200947Satu lagi peranan Orang Melayu yang lebih penting adalah pada saat pengembangan dakwah Islami. Orang Melayu memegang peranan penting terutama dalam penulisan dan penyalinan buku-buku agama Islam dengan menggunakan bahasa Melayu ke bahasa Makassar lontarak. Berbagai lontarak yang isinya dari naskah-naskah Melayu, juga ditulis ke dalam satu yang asalnya dari Melayu yang berasal dari zaman permulaan pengembangan Islam di Sulawesi-Selatan Abad XVI-XVII.Dengan masuknya dan setelah Belanda berkuasa di Makassar, maka mereka menjalin hubungan dengan orang Melayu untuk menjadikan mereka sebagai pegawai di kantor dagang Belanda, maka banyak orang Melayu menjadi pegawai atau fasilitator. Hal ini dilakukan oleh Belanda dengan maksud untuk memperoleh informasi tentang orang Makassar, keadaan ini menimbulkan kecurigaan terutama pembesar-pembesar Kerajaan Gowa terhadap orang Melayu, seperti yang terjadi beberapa saat sebelum kedatangan Datuk Maharajalela Mattulada, 1998162.Melihat terjalinnya hubungan yang harmonis antara Kerajaan Gowa dan orang Melayu, maka untuk sementara waktu dapatlah dibatasi bujukan Belanda agar tidak tersebar meluas ke orang Melayu sampai pada saat orang Belanda menutup kantornya pada tahun 1615 Mattulada, 198254.Setelah beberapa lama orang Melayu berdiam dan menetap di Makassar, kemudian mereka menempati sebuah perkampungan yang dinamakan Kampung Melayu, namun jumlah penduduk orang Melayu tidak diketahui secara pasti. Bahkan pada saat Datuk Maharaja Lela datang ke Kampung Melayu dan tinggal di sana sudah ada beberapa orang Melayu yang tinggal di Kampung Melayu. Orang-orang Melayu yeng menetap di Kampung Melayu dipimpin oleh Incek Cukka Abdul Razak dan diberi gelar Kapiten, kemudian disusul beberapa kepala kampung yang lain, adapun jumlah kepala kampung pada 1706 berjumlah 18 orang Nomay, 2009 55.Dari 18 kepala kampung yang diangkat tersebut, 3 diantaranya bukan orang Melayu tetapi orang orang tersebut adalah Mas Nuralim, Haji Wan Abdul Bau Sandi, dan Kamaruddin Daeng Parani. Informasi ini memberi penjelasan tentang hubungan orang Melayu dan orang Makassar yang terjalin dengan baik, mulai dari hubungan dagang, penyebaran agama Islam, sehingga Sahbandar sampai dengan pemerintahan dan administrasi Nomay, 200955-56.Begitu Kampung Melayu terbentuk dan langsung dibuatkan batasan-batasan,yaitu1. Sebelah utara dibatasi oleh Jalan Bandang, 2. Sebelah Timur dibatasi oleh Jalan Irian, 3. Sebelah selatan dibatasi oleh Jalan Sangir, 4. Sebelah barat dibatasi oleh Jalan Nusantara Nomay, 200956-57.Pada pertama kali di perkampungan Melayu diberi batas-batas tertentu dengan pagar bambu serta mempunyai pintu gerbang yang terletak di Jalan Irian, dalam bahasa Makassar tempat itu disebut Pakkebu Lompoa pintu besar. Namun saat ini Kampung Melayu menjadi pusat perdagangan yang sangar ramai dan tempatnya strategis di depan Pelabuhan Makassar Nomay, 200957.Orang Melayu yang semenjak abad ke 16 datang ke Sulawesi Selatan telah berkembang dan beranak pinak di daerah Sulawesi Selatan Orang Melayu di Sulawesi Selatan ... Bahtiar 386dan melakukan kawin mawin dan telah melebur ke dalam masyarakat Bugis Makassar, antara bangsawan Melayu dengan bangsawan Bugis Makassar terjadi hubungan kawin mawin. Sejumlah besar contoh yang dapat dikemukakan antara lain 1. Datu Soppeng bernama La Tenrisengeq To Esa Matinroe ri Salasasaqna memperistrikan Incek Amina, putri dari Incek Husain Datuk jurutulis. Dari perkawinan itu lahir seorang putra yang bernama Incek Camummu. Putra ini kemudian menjadi Sulle Datu Soppeng, semasa Raja Bone La Patau Matinroeri Nagauleng merangkap kedatuan Soppeng kira-kira tahun 1700, 2. Datu Mario ri wawo yang bernama La Mauraga Daeng Maliungang Sultan Adam matinroe ri Juppandang memperistrikan Incek putri Johar Manikam, putri dari Incek Ali Asdullah Datuk Pabean dan Incek Ratna Kasing putri dari kapitan Melayu Incek Bendak, Dari perkawinan itu lahir tiga orang putri dan seorang putra Patunru, 2004133-134.Diantara orang-orang Melayu keturunan datuk paduka raja banyak yang dahulu menduduki posisi yan baik, menjadi pegawai negeri, sebagai indlasch asisten, jaksa, dan lain-lain. Bahkan ada yang menjadi pegawai tinggi, seperti residen incek Ahmad Saleh Daeng Tompo, Residen Incek naeni, walikota IncekKaimuddin. Selain itu nama Incek Nurdin Daeng Magassing, pensiunan Laeraar bahasa Bugis Makassar pada Osvia sekolah pamongpraja dan menjadi penasehat gubernur dibidang adat istiadat di Makassar Patunru, 2004135.Dengan terjalin hubungan yang baik antara orang Melayu dengan orang Sulawesi Selatan, posisi yang baik banyak orag Melayu duduki di Makassar. Seperti pembahasan sebelumnya bahwa orang Melayu penuh dengan kesederhanaan, walaupun ia mempunyai pengetahuan dan keterampilan yang sangat baik. Karakteristik seperti ini mungkin yang memudahkan orang Melayu dengan mudah beradapatasi dengan orang Sulawesi Selatan juga yang menyambut baik kepada orang yang masuk, apalagi dengan tujuan dakwah yang menuju ke orang Melayu dengan orang Makassar, terbentuk melalui dua jalur, yakni adanya hubungan perdagangan dan proses penyebaran agama Islam. Dalam jalur perdagangan, orang Melayu memegang peranan penting, dari proses perdagangan rempah-rempah mulai dari Siang ke Mangngalekanna. Awalnya sistem perdagangan dilakukan secara kecil-kecilan dengan kerabat dekat. Akan tetapi karena ketangkasan berdagang, maka jaringan perdagangan orang Melayu meluas secara besar-besaran ke Kota Melayu di Sulawesi Selatan menempati tempat-tempat yang tidak jauh dari pelabuhan, mereka diperlakukan dengan baik. Beberapa kerjasama disepakati antara orag Sulawesi Selatan dalam hal ini Kerajaan Gowa sebagai pusat kerajaan yang berdekatan dengan bandar pelabuhan Makassar yaitu Somba baik terjalin semakin erat dengan kedatangan tiga orang mubalik dari Melayu, yang menyiarkan agama Islam. Setelah agama Islam masuk di Sulawesi Selatan, ada yang dengan jalan damai, namun ada juga melalui perang. Maka banyak perubahan terjadi dari masyarakatnya, di mana kebiasaan lama yaitu kepercayaananimisme dam dinamisme sudah ditinggalkan. Selanjutanya menjalankan syariat agama Islam mengiringi kehidupan orang Sulawesi orang Melayu di Makassar juga tampak sebagai pedagang, sahbandar, muballik, dan juru tulis kerajaan, selain peran-peran tersebut ada juga yang bekerja sebagai pandai besi, pengrajin emas, pembuat perahu, dan beberapa diantaranya ada yang mengajar bela diri pencak silat, mengaji, ilmu agama tasawuf, qi, ilmu kalam bahkan mereka sebagai PUSTAKAAbdullah,Tauk, Historiogra. Jakarta Gramedia______________ed. dan Perubahan Sosial. Jakarta. Volume 9, No. 2, Desember 2018 373—387 387Al Haji Riau, Raja Ali. al Nas; Sejarah Melayudan Bugis, Malayan Malaysia Journal of the Malayan Branch Royal Asiatic Society jilid S. Husein. 1985. Rakyat Melayu Nasib dan Masa Depannya. Jakarta Sarana Encik. 2008. Syair Perang Mengkasar The Rhymed Chronicle of the Macassar War, diterjemahkan oleh Abdul Rahman Abu. Syair Perang Mengkasar. Makassar Innawa bekerjasama dengan Leonard Y. 2004. Warisan Arung Palakka, Sejarah Sulawesi Selatan Abad Ke 17. Makassar 2012. Islamisasi Di Tiro Bulukumba. Makassar Al Muslimin 2005. Jaringan Perdagangan Makassar Abad XVI-XVII. Wonogiri Bina Citra Muhlis. Keberadaan Orang Melayu di Sulawesi Selatan Peringkat Awal http/ 886, diakses tgl 2 Desember 2018.Kamaruddin, Pengkajian Transliterasi dan Terjemahan Lontarak Bilang Raja Gowa dan Tallo. Ujung Pandang Depdikbud Proyek Penelitian dan Pengkajian Kebudayaan Sulawesi Selatan Patturioloanga ri Tu Gowaya, Diterjemahkan oleh Wolholff dan Abdul Rahman, tt, dengan Judul Sejarah Gowa. Makassar Yayasan Kebudayaan Sulawesi-Selatan dan Nor, Mohd. Salasilah Melayu dan Bugis. Selangor Fajar Bakti Sdn. Suriadi, 2003. Sejarah Islam di Sulawesi-Selatan. Makassar Biro KAPP Setda Provinsi Sulawesi-Selatan bekerjasama dengan Lamacca ed. 2004. Ensiklopedi Sejarah Sulawesi Selatan Sampai Tahun 1905. Makassar Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Sulawesi 1982, Menyusuri Jejak Kehadiran Makassar dalam Sejarah. Makassar Bhakti ed. 1998. Sejarah Masyarakat dan Kebudayaan Sulawesi-Selatan. Ujung Pandang Hasanuddin University Usman. 2009. Orang Melayu di Makassar. Yogyakarta Mukhlis. 2014. Membaca Manusia Bugis Makassar. Makassar CV. Gisna Multi Mandiri bekerjasama Kurnia kalam Abdurrazak Daeng. Gowa. Makassar Yayasan Kebudayaan Sulawesi-Selatan dan 2004. Bingkisan Patunru, Sejarah Lokal Sulawesi Selatan. Makassar Pusat Kajian Indonesia Timur Puskit bekerjasama dengan Lembaga Penerbitan Cristian. 1985. Religion, Tradition and the Dynamic of Islamizatin in South Sulawesi dalam Archipel No. 29 Paris._____________. 2005. Manusia Bugis. Jakarta Bekerjasama Nalar dengan Forum Edward L, Sejarah Sulawesi Selatan Jilid 1. Makassar Balitbangda Provinsi Sulawesi Anthony. 1983. The Rice of Makassar, dalam RIMA, Vol. C. 1963. Syair Perang Mengkasar The Rhymed Crinicleof The Macassar. Gravenhafe Martinus Nijholff VKI No. 40.Tiele, 1877. De Europeers in den Maleischen Archipel, dalam BKI, No. 4, bgn John. 1990. Makassar The Rise and Fall of an East Indonesian Maritim Singapore National University of Singapore dan Goa. Makassar Yayasan Kebudayaan Sulawesi Selatan dan Melayu di Sulawesi Selatan ... Bahtiar ResearchGate has not been able to resolve any citations for this of the Malayan Branch Royal Asiatic Society jilid XBugis Sejarah MelayudanSejarah Melayudan Bugis, Malayan Malaysia Journal of the Malayan Branch Royal Asiatic Society jilid Perang Mengkasar The Rhymed Chronicle of the Macassar War, diterjemahkan oleh Abdul Rahman AbuEncik AminAmin, Encik. 2008. Syair Perang Mengkasar The Rhymed Chronicle of the Macassar War, diterjemahkan oleh Abdul Rahman Abu. Syair Perang Mengkasar. Makassar Innawa bekerjasama dengan Y AndayaAndaya, Leonard Y. 2004. Warisan Arung Palakka, Sejarah Sulawesi Selatan Abad Ke 17. Makassar Transliterasi dan Terjemahan Lontarak Bilang Raja Gowa dan TalloDkk KamaruddinKamaruddin, Pengkajian Transliterasi dan Terjemahan Lontarak Bilang Raja Gowa dan Tallo. Ujung Pandang Depdikbud Proyek Penelitian dan Pengkajian Kebudayaan Sulawesi Selatan NomayNomay, Usman. 2009. Orang Melayu di Makassar. Yogyakarta L PoelinggomangPoelinggomang, Edward L, Sejarah Sulawesi Selatan Jilid 1. Makassar Balitbangda Provinsi Sulawesi ReidReid, Anthony. 1983. The Rice of Makassar, dalam RIMA, Vol. Perang Mengkasar The Rhymed Crinicleof The MacassarC SkinnerSkinner, C. 1963. Syair Perang Mengkasar The Rhymed Crinicleof The Macassar. Gravenhafe Martinus Nijholff VKI No. 40. Mengenal Kesultanan Islam Pertama di Nusantara Ilust/Hidayatuna Jakarta – Dalam sejarah masuknya Islam di belahan Indonesia memiliki karakteristik dan coraknya masing-masing. Begitu pun dengan sejarah masuknya Islam di Sulawesi Selatan ratusan tahun buku yang diterbitkan Direktorat Jenderal Kebudayaan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan berjudul ā€œRagam Hias Beberapa Makam Islam di Sulawesi Selatanā€ menjelaskan. Sebelum Agama Islam masuk ke Sulawesi Selatan, banyak raja-raja dan rakyat dari kerajaan-kerajaan di daerah ini yang masih menganut kepercayaan nenek di Sulawesi Selatan antara lain Gowa, Tallo, Lamuru, dan Soppeng. Sejak abad ke-15, Sulawesi Selatan bagian Selatan banyak dikunjungi oleh pedagang-pedagang muslim yang berasal dari Malaka, Jawa dan Sumatera. Bahkan sejak raja Gowa ke-12 yaitu Tunijallo sudah menjalin persahabatan dengan raja-raja di Jawa, Johor, pahang, Banjar dan Maluku.ā€œPada mulanya masyarakat muslim di Sulawesi Selatan hanya terdiri atas para pedagang, terutama orang-orang Melayu. Berkat usaha muballiq Islam yang terkenal yaitu Datuk Tiro, Datu ri Bandang, Datuk Sulaeman, dan Datuk Palimang. Barulah Islam mulai tersebar di Sulawesi Selatan awal abad ke-17 M,ā€ tulis laporan tersebut dikutip Selasa 21/9/2021.Raja yang Pertama Kali Memeluk IslamRaja Gowa dan Tallo, lanjut laporan tersebut, adalah raja-raja yang pertama kali memeluk agama Islam, tepatnya pada tanggal 22 September 1605 M. Kedua raja ini telah mengakui agama Islam sebagai agama kerajaan dan berusaha menyebarluaskannya.ā€œUsaha penyebarluasannya dengan cara damai yaitu dengan mengirim utusan kepada raja-raja di daerah lainnya. Di Sulawesi Selatan untuk mengajak meninggalkan kepercayaan lama dan menganut agama Islam,ā€ raja Soppeng dengan rajanya bergelar Datu Beo E dikalahkan oleh Gowa dan pada tahun 1609 M menyatakan memeluk Islam. Kemudian raja Gowa menyebarkan kekuasaannya ke Bone dan mengislamkannya pada tahun 1611 M. Setelah itu agama Islam berkembang dengan pesat di Sulawesi Selatan.ā€œAkibat proses Islamisasi itu muncullah hasil-hasil peninggalan budaya yang mengandung pengaruh Islam dan banyak ditemukan di Sulawesi Selatan, diantaranya makam. Maka sebagai salah satu bukti sistem penguburan bagi orang-orang muslim, pada umumnya dibagian atas diberi tanda berupa nisan dengan arah utara dan selatan,ā€ tandasnya. Jika kamu sedang mencari Mengatasi Kemiskinan Islam Bsmi Sulawesi Selatan, maka anda berada di halaman yang tepat. Kami menyediakan aneka Mengatasi Kemiskinan Islam Bsmi Sulawesi Selatan yang bisa anda pesan online. Silakan hubungi kami via +6281911196986, jangan lupa sertakan juka gambar yang diinginkan. Kami mengirim paket Mengatasi Kemiskinan Islam Bsmi Sulawesi Selatan melalui berbagai ekspedisi, misalnya JNE, JNT, POS, dll. Kami juga menerima pembayaran via BCA/Mandiri/dll. Pengiriman biasanya tidak sampai seminggu sudah sampai dan kami sertakan pula nomor resi yang bisa digunakan untuk tracking barang secara online. Berbagai Contoh Mengatasi Kemiskinan Islam Bsmi Sulawesi Selatan Berikut kami sertakan berbagai contoh gambar untuk Mengatasi Kemiskinan Islam Bsmi Sulawesi Selatan, silakan save gambar di bawah dengan klik tombol pesan, anda akan kami arahkan pemesanan via WA ke +6281911196986. 800 x 600 jpeg perubahan dunia mengatasi kemiskinan sembang Pesan Ini 350 x 196 jpeg masalah sosial kemiskinan solusi islam mengatasi kemiskinan bsmi Pesan Ini 700 x 393 jpeg dimensi klasifikasi mengatasi kemiskinan tepat Pesan Ini 648 x 519 jpeg mengatasi memberantas kemiskinan indonesia blog Pesan Ini 600 x 350 jpeg bagaimana mengatasi kemiskinan islam Pesan Ini 448 x 266 jpeg islam mengatasi kemiskinan dywan blog Pesan Ini 775 x 430 jpeg penyebab mengatasi kemiskinan indonesia tips Pesan Ini 768 x 512 jpeg mengatasi angka kemiskinan indonesia Pesan Ini 740 x 493 jpeg mengatasi kemiskinan indonesia Pesan Ini 720 x 450 jpeg islam mengatasi kemiskinan powerpoint Pesan Ini 300 x 225 jpeg islam mengatasi masalah sosial kenakalan remaja bsmi sulawesi Pesan Ini 1024 x 640 jpeg islam mengatasi kemiskinan Pesan Ini 640 x 480 jpeg pengatahuan islam penyebab kemiskinan Pesan Ini 700 x 350 jpeg mengatasi kemiskinan indonesia oleh pemerintah Pesan Ini 640 x 360 jpeg mengatasi kemiskinan negara berkembang Pesan Ini 803 x 488 png metode islam menuntaskan kemiskinan penasultracom Pesan Ini 480 x 353 jpeg pengertian penyebab dampak mengatasi kemiskinan belajar Pesan Ini 775 x 517 jpeg penyebab mengatasi kemiskinan indonesia Pesan Ini 300 x 236 jpeg solusi islam mengentaskan kemiskinan muslimahtimes Pesan Ini 1280 x 720 jpeg mengatasi kemiskinan islam bekerja ibadah youtube Pesan Ini 854 x 480 jpeg mempercepat penanggulangan kemiskinan sulawesi selatan Pesan Ini 640 x 640 jpeg kemiskinan islam pinterest islam allah hadith Pesan Ini 670 x 335 jpeg masalah pengangguran malaysia padahal pmi malaysia Pesan Ini 320 x 179 jpeg islam mengentaskan kemiskinan jejak rasulullah Pesan Ini 1011 x 960 jpeg berbagi bulan ramadhan bsmi makassar sedekah kurma masyarakat miskin Pesan Ini 655 x 368 jpeg neopluck memberantas kemiskinan Pesan Ini 1280 x 853 jpeg pemerintah memberantas kemiskinan indonesia Pesan Ini 480 x 360 jpeg islam mengatasi kemiskinan al wae adisi juli youtube Pesan Ini 266 x 170 png mengatasi kemiskinan pengangguran Pesan Ini 700 x 394 jpeg donasi rohingya bentuk kepedulian terhadap sesama bsmi sulawesi selatan Pesan Ini Don't forget to bookmark Mengatasi Kemiskinan Islam Bsmi Sulawesi Selatan using Ctrl + D PC or Command + D macos. If you are using mobile phone, you could also use menu drawer from browser. Whether it's Windows, Mac, iOs or Android, you will be able to download the images using download button.

seluruh daerah sulawesi selatan dapat diislamkan dengan cara